Jumat, 14 Agustus 2009

Anak Berbakat

ANAK BERBAKAT
(Gitted Learnes)
Oleh: Achyar
Wiyaiswara PPPG Tertulis Bidang Studi IPA, Mahasiswa Pascasarjana (S2) UPI.
Membahas masalah sistem pendidikan di Indonesia, kita tahu bahwa anak usia sekolah ditempatkan secara berjenjang sesuai dengan usianya. Mulai anak usia TK, SD, SLTP dan SMU. Kurikulum yang digunakan bersifat centralized (terpusat), artinya kurikulum yang dipakai untuk seluruh wilayah Indonesia secara umum sama.
Dengan keterbatasan ini, maka ada beberapa hal yang belum tertangani dengan baik, misalnya penanganan anak berbakat. Anak berbakat perlu dipikirkan bagaimana menanggulanginya, sehingga segala kemampuan yang ada pada dirinya dapat tersalurkan melalui suatu lembaga pendidikan khusus. Seperti halnya sekolah luar biasa (SLB) yang menangani anak-anak yang memiliki kelemahan dikarenakan tidak berfungsinya salah satu bagian pada tubuhnya (tuna netra, tuna rungu, tuna wicara dan sebagainya).
Pendidikan anak berbakat, sebagaimana halnya pendidikan pada umumnya, hama dilihat secara sistematik meliputi program, fasilitas, guru, masukan dan tujuan (Raka Joni, 1982). Tujuan pendidikan Indonesia tersirat dalam cita-cita bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dinyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh pengajaran, dan pemerintah mengusahakan dan melaksanakan satu sistem pengajaran (pendidikan) nasional.
Berdasarkan kenyataan yang universal dan alamiah bahwa manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, seperti dalam hal intelegensi, bakat, kepribadian, kondisi jasmani dan sebagainya. Oleh karena itu perlu dipikirkan bagaimana menangani penyaluran berbagai perbedaan ini.
Pendidikan anak berbakat merupakan bagian integrasi pendidikan pada umumnya, dengan kekhususan memberi kesempatan maksimal bagi anak berbakat untuk berfungsi sesuai dengan potensinya, dengan harapan bahwa pada suatu saat anak juga akan memberi sumbangan yang maksimal bagi peningkatan kehidupan sesuai dengan aktualisasi potensinya itu. Hal itu sesuai dengan citra masyarakat yang kita anut dengan memperhatikan kaitan fungsional antara individu dengan masyarakat (Raka Joni,1982).
Apa Yang Dimaksud Dengan Anak Berbakat?
a. Pengertian anak berbakat
Menurut definisi yang dikemukakan Renzuli, anak berbakat memiliki pengertian, "Anak berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang menyatu ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata- rata, komitmen yang tinggi terhadap tugas'tugas dan kreativitas yang tinggi. Anak berbakat ialah anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai. Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-program pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).
Pengertian lain menyebutkan bahwa anak gifted adalah anak yang mempunyai potensi unggul di atas potensi yang dimiliki oleh anak-anak normal. Para ahli dalam bidang anak-anak gifted memiliki pandangan sama ialah keunggulan lebih bersifat bawaan dari pada manipulasi lingkungan sesudah anak dilahirkan.
Keunggulan lain yang telah disepakati oleh para ahli ialah anak-anak gifted mempunyai superioritas dalam bidang akademik. Kiranya hal itu tidak sulit untuk dimengerti, sebab salah satu syarat penting untuk meraih prestasi akademik tertentu ialah persyaratan intelegensi.
Kepribadian memang merupakan salah satu sumbangan yang dapat diberikan oleh anak atau orang-orang gifted. Dengan dasar kepribadian yang baik maka akan dilahirkan pula karya-karya yang baik pula, sehingga masahat yang diberikan menjadi lebih besar dibandingkan mudharatnya. Seperti kita ketahui bahwa sebuah karya yang besar tentu saja akan memberikan pengaruh yang besar pula kepada hidup dan kehidupan manusia.
b. Karaktehstik anak berbakat
ebagai mahluk sosial, anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat, pemikiran, sikap dan aktivitas anggota masyarakat yang lain. Dalam pergaulan inilah emosi mereka merasa sedih atau bahagia.
Ditinjau dari budaya, anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi tingkat kebudayaan di mana mereka memperoleh pengalaman budaya. Selain itu faktor agama akan memberikan dasar dan norma pribadi anak berbakat.
Untuk mengenali karakteristik anak-anak berbakat dapat dilihat beberapa segi diantaranya sebagai berikut
1. Potensi
2. Cara menghadapi masalah
3. Kemampuan (prestasi) yang dapat dicapai.
1. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul. Potensi ini dapat disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U. Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) terhadap tingkat kecerdasan. U. Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan mental seseorang (Kitano,1986).
Dilihat dari sudut ilmu pendidikan untuk menjelaskan hal tersebut di atas, kita dapat mengikuti penjelasan dari Jane Healy. Penjelasan itu menyatakan bahwa semua wanita harus menyadari pentingnya nutrisi yang baik demi anak yang dikandungnya. Selain itu janin harus terhindar dari keracunan atau pengaruh sinar x yang datang dari luar (Healy, 1978). Dari sudut proses belajar maka faktor kesadaran seperti yang disarankan oleh Healy adalah satu prestasi belajar yang sebelumnya melibatkan proses kompleks. Faktor intelegensi, motivasi, emosi dan sosialisasi sangat menentukan pencapaian hasil atau prestasi belajar dalam bentuk kesadaran.
Menurut penelitan Terman (1925) pada saat anak berbakat dilahirkan memiliki berat badan diatas berat badan normal. Dari segifisik pada umumnya mereka juga memiliki keunggulan seperti terlihat dari berat dan tinggi badan, koordinasi, daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan pada umumnya (French, 1959). Mereka juga sangat energik (Meyen, 1978) sehingga orang salah mendiagnosa sebagai anak yang hyperactive (Swassing, 1985).
Anak-anak berbakat berkembang lebih cepat atau bahkan sangat cepat bila dibandingkan dengan ukuran perkembangan yang normal. Bila guru menemukan anak seperti itu maka guru dapat menduga bahwa itu anak-anak yang berbakat. Hal ini disebabkan anak berbakat memiliki superioritas intelektual (Gearheart, 1980), mampu dengan cepat melakukan analisis (Sunan, 1983), dan dalam irama perkembangan kemajuan yang mantap (Swassing, 1985). Bahkan dalam berfikir mereka sering meloncat dari urutan berfikir yang normal (Gearheart, 1980)
Selain potensi intelegensi anak-anak berbakat memiliki keunggulan pada aspek psikologis yang lain, yaitu emosi. Menurut French (1959) dan Gearheart (1980) anak-anak yang berbakat memiliki stabilitas emosi yang mantap sehingga mereka akan mampu mengendalikan masalah-masalah personal (Heward, 1980). Rasa tanggung jawab mereka sangat tinggi serta mempunyai cita rasa humor yang tinggi pula.
Karakteristik sosial yang dimiliki anak-anak berbakat ialah cakap mengevaluasi keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki dirinya dan orang lain. Sifat ini akan membuat anak berbakat, tampil bijaksana.
2. Cara menghadapi masalah
Cara menghadapi masalah disini adalah keteriibatan seluruh aspek psikologis dan biologis setiap anak berbakat pada saat mereka berhadapan dengan masalah tersebut. Mereka akan memilih metode, pendekatan dan alat yang strategis sehingga diperoleh pemecahan masalah yang efisien dan efektif. Langkah awal dapat dilihat bahwa setiap anak berbakat mempunyai keinginan yang kuat untuk mengetahui banyak hal (Gearheart, 1980) kemudian mereka akan melakukan ekspedisi dan eksplorasi terhadap pengukuran saja. Setelah berfikir dengan baik maka mereka akan memunculkan hasil pemikiran dalam bentuk tingkah laku. Tingkah laku yang dimunculkan ialah mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis. Pertanyaan ini ditujukan pada diri sendiri atau orang lain (sebaya atau orang dewasa).
Karakteristik yang dimiliki anak berbakat dalam menghadapi masalah diantaranya:
a). Mereka mampu melihat hubungan permasalahan itu secara komprehensif dan juga mengaplikasikan konsep-konsep yang kompleks dalam situasi yang kongkrit.
b). Mereka akan terpusat pada pencapai tujuan yang ditetapkan (Gearheart, 1980)
c). Mereka suka bekerja secara independent dan membutuhkan kebebasan dalam bergerak dan bertindak
d). Mereka menyukai cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai ntens untuk berkreasi (Meyen, 1978)
3. Prestasi
Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik dan sosial. Prestasi fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959).
Anak berbakat mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan masa berjalan anak-anak normal (Swanson, 1979).
Secara psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang unggul dan secara sosial pada umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih mudah diterima (Gearheart, Heward,1980).
Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat (otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat mencapai tingkat kognitif yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi meliputi berfikir aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi dan kognitif tingkat rendah terdiri dari berfikir mengetahui dan komprehensif.
Dalam usia yang lebih muda dari anak-anak normal, anak-anak berbakat sudah mampu membaca dan kemampuan ini berkembang terus secara konsisten (Swassing, 1985, French, 1959). Mereka mampu menggunakan perbendaharaan kata yang sudah maju (Ingram, 1983).
Selain memiliki keunggulan-keunggulan diatas anak-anak berbakat mempunyai karakteristik negatif diantaranya (menurut Swassing):
1. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman pengetahuan yang sedikit
2. Dapat mendominasi diskusi
3. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya
4. Sukaribut
5. Memilih kegiatan membaca dari pada berparfsipasi aktifdalam kegiatan masyarakat, atau kegiatan fisik
6. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu
7. Jika memimpin diskusi akan membawa situasi diskusi ke situasi yang harus selalu tuntas.
8. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari
9. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang
10. Menggunakan humor untuk memanipulasi sesuatu
11.Melawan jadwal yang (hanya) didasarkan atas pertimbangan waktu saja bukan atas pertimbangan tugas
12. Mungkin akan kehilangan interns dengan cepat.
Bagaimana Menangani Anak Berbakat ?
Kemampuan dasar atau bakat luar biasa yang dimiliki seorang anak memerlukan serangkaian perangsang (stimulasi) yang sistematis, terencana dan terjadwal agar apa yang ada, yang dimiliki menjadi aktual dan berfungsi sebaik-baiknya. Membiarkan seorang anak berkembang sesuai dengan azas kematangan saja akan menyebabkan perkembangan menjadi tidak sempurna dan bakat-bakat luar biasa yang sebetulnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi tidak berfungsi.
Peran lingkungan sebagai pemicu rangsang sangat besar dalam ikut menentukan sampai di mana tahapan, terealitas dan hasil akhir dari suatu perkembangan dicapai.
Pendidikan khusus yang direncanakan diberikan kepada anak-anak khusus (anak berbakat luar biasa), jelas mempunyai tujuan mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki seorang anak agar bisa mencapai prestasi yang luar biasa, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pendidik, masyarakat dan pemerintah.
Dalam usaha mempengaruhi perkembangan anak untuk mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki agar berfungsi secara optimal terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar mencapai hasil yang diharapkan, ialah :
a. Faktor yang ada pada anak itu sendiri, yaitu mengenal anak. Mengenali dalam arti mengetahui semua ciri khusus yang ada pada anak secara obyektif. Dalam usaha memberikan pendidikan khusus kepada anak berbakat perlu terlebih dahulu membedakan beberapa pengertian, yakni:
1) Berbakat luar biasa pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses informasi (kognitif) dan karena itu mempengaruhi aspek-aspek lain.
2) Berbakat luar biasa hanya pada salah satu atau beberapa aspek, bisa mengenai aspek kognitif atau aspek yang berhubungan dengan keterampilan-keterampilan khusus. Sedangkan aspek-aspek lain secara umum tergolong biasa saja.
b. Faktor kurikulum yang meliputi:
1) Isi dan cara pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan anak (Child centered) dan dengan sendirinya telah dilakukan identifikasi mengenai keadaan khusus yang ada pada anak secara obyektif.
2) Perlu ditekankan bahwa kurikulum pada pendidikan khusus hendaknya tidak terlepas dari kurikulum dasar yang diberikan untuk anak lain, Perbedaan hanya terletak pada penekanan dan penambahan sesuatu bidang sesuai dengan kebutuhannya dan tetap terpadu dengan kurikulum dasar.
3) Kurikulum khusus diarahkan agar perangsangan yang diberikan mempunyai pengaruh untuk menambah atau memperkaya program (enrichment program) dan tidak semata-mata untuk mempercepat (accelerate) berfungsi sesuai bakat luar biasa yang dimiliki.
4) Isi kurikulum hams mengarah .pada perkembangan kemampuan anak yang berorientasi inovatif dan tidak reproduktif serta berorientasi untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya sekedar memunculkan apa yang dimiliki tanpa dilatih menjadi kreatif.
Kreativitas yang diarahkan agar tertanam sikap hidup yang mau mengabdi, melayani dan mengamalkan pengetahuannya untuk kemajuan mesyarakat bangsa dan negara.
Pelaksanaan pendidikan anak berbakat
a. Percepatan (akselerasi) Ada 2 cara melaksanakan percepatan ini yakni:
1) Meloncatkan anak pada kelas-kelas yang lebih tinggi (skipping).
Sesuai dengan keadaannya di mana usia mental (mental age) pada anak berbakat lebih tinggi dari usia sebenarnya (cronological age), maka mudah timbul perasaan tidak puas belajar bersama dengan anak-anak lain seumurnya. Meskipun banyak aspek perkembangan lain pada anak ternyata memang lebih maju dari pada anak-anak seumurnya, misalnya aspek sosial, akan tetapi cara percepatan dengan meloncatkan anak pada kelas-kelas yang yang lebih 'tinggi dianggap kurang baik, antara lain karena mempermudah timbulnya' masalah-masalah penyesuaian, baik disekolah, di rumah maupun di lingkungan sosialnya. Kecuali norma yang dipakai adalah norma dari kelas tinggi, yang belum tentu sesuai seluruhnya bagi anak karena norma yang diikuti bukan norma dari anak berbakat itu sendiri.
Percepatan yang diberikan kepada anak berbakat untuk menyelesaikan bahan pelajaran dalam waktu yang lebih singkat sesuai dengan kemampuannya yang istimewa.
Cara seperti ini oleh Samuel A. Klik dan James Gallagher disebut sebagai "telescoping grades", Sebenarnya cara ini tergolong cara yang baik karena diberikan dan diselesaikan ditentukan oleh keadaan, kebutuhan dan kemampuan anak itu sendiri.
Kesulitannya ialah pengaturan administrasi sekolah yang meliputi pengaturan-pengaturan tenaga pengajaran karena hams memberikan pelajaran secara individual kepada anak. Pada anak sendiri dikhawatirkan oleh para ahli akan timbul kesulitan dalam penyesuaian diri, baik sosial maupun emosional karena terbatasnya hubungan-hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
b. Pendidikan dalam kelompok khusus (special grouping segregation)
Ada beberapa kemungkinan untuk melaksanakan ini, yakni:
1) Model A
Kelas biasa penuh ditambah kelas khusus (mini). Cara ini bisa dilakukan disetiap sekolahkarena anak berbakat mengikuti secara penuh acara di sekolah dan setelah itu memperoleh pelajaran tambahan dalam kelas khusus.
Waktu belajarnya bertambah dan mata pelajaran dasar atau yang berhubungan dengan kemampuan khusus (misalnyamatematika) ditambah.kerugian pada anak ialah :
a) Berkurangnya waktu untuk melakukan kegiatan lain yang diperlukan untuk memperkembangkan aspek kepribadiannya, misalnya pergaulan, olah raga dan kesenian.
b) Pada waktu anak mengikuti kelas biasa, ia merasa bosan dan pada anak-anak yang masih kecil, kemungkinan mengganggu teman-temannya bertambah.
c) Di kelas biasa anak tidak terlatih bersaing dan bekerja keras untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
2) Model B
Pada model ini anak mengikuti kelas biasa tetapi tidak seluruhnya (bisa 75%, 60%, 50%) dan ditambah dengan mengikuti kelas khusus.
Jumlah jam pelajaran tetap dan hal ini menguntungkan anak sehingga ia masih mempunyai waktu untuk melakukan dalam mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya.
Keuntungan lain ialah jumlah jam belajar. yang cukup lama di kelas khusus (meskipun mungkin kelas mini) masih memperoleh kesempatan bersaing dengan teman-teman yangmempunyai potensi berbeda.
Kerugian pada anak sendiri ialah seperti pada model A yakni ketika berada di kelas bisatumbuh perasaan bosan dan mungkin mengganggu semua mata pelajaran adalahmudah akibat mudah tumbuhnya perasaan sombong dan terlalu percaya diri.
3) Model C
Pada model ini semua anak berbakat dimasukan dalam kelas secara penuh. Kurikulum dibuat secara khusus demikian pula guru-gurunya. Keuntungan pada model ini ialah mudah mengatur pelaksanaannya dan pada murid sendiri merasa ada persaingan dengan teman-temannya yang seimbang kemampuannya dan jumlah pelajaran serta kecepatan dalam menyelesaikan suatu mata pelajaran bisa disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak. Kerugian akan terjadi pada anak-anak normal yang sebaya, sehinga proses sosialisasi di sekolah menjadi berkurang. Perlakuan istimewa oleh pihak sekolah dan guru-guru mudah menimbulkan perasaan harga diri yang berlebihan (superiority Complex) Karena dalam kenyataannya ia berada dalam kelas yang eksklusif.
4) Model D
Pada model ini, merupakan sekolah khusus yang hanya mendidik anak berbakat. Dari sudut administrasi sekolah jelas mudah diatur. Tapi dari sudut anak banyak kerugiannya karena dengan mengikuti pendidikan sekolah khusus, anak terlempar jauh dari lingkungan sosialnya dan menjadi anggota kelompok sosial khusus dan istimewa. Perkembangan aspek kepribadian sangat mengkhawatirkan karena kurangnya kemungkinan untuk mendefinisasikan aspek-aspek kepribadian seluas-luasnya. Dalam hal ini bisa dicapai melalui pergaulan yang luas dan bervariasi, nilai sebagai anggota masyarakat, ia akan mudah merasa sebagai anggota masyarakat dengan kelas dan tingkatan tersendiri dan sulit menyesuaikan diri.
Beberapa kegiatan dalam implementasi kurikulum bidang studi tertentu.
Beberapa kegiatan khusus akan diuraikan secara kongkrit sebagai sampel (contoh-contoh) program dalam menjalankan kurikulum anak berbakat di SD.
a. Membaca
Mata pelajaran yang paling mudah dipenuhi dan paling banyak manfaatnya adalah memberikan bacaan-bacaan yang sangat berguna dan memberikan pendalaman tentang masalah yang diminatinya.
Seandainya sekolah tidak mempunyai perpustakaan, maka materi dapat diambil dari perpustakaan lembaga lain. Selain itu pemberian bacaan itu dapat dibarengi dengan tugas memberikan komentar dan catatan tentang buku tersebut. Juga "display" tentang materi bacaan yang dikumpulkan dari surat kabar, majalah atau sumber lain. (clipping) tentang topik-topik yang lagi "hangat" dibicarakan di sekolah atau masyarakat banyak membantu. Meskipun anak berbakat gemar membaca, tidak semua masalah dijangkau oleh minatnya. Pengarahan terhadap topik-topik yang relevan perlu diperhatikan gurunya. Demikian pula majalah yang tidak merusak pembentukan kepribadiannya merupakan masalah cukup penting. Pengarahan terhadap catatan, komentar, sugesti yang bagaimana harus diberikan anak berbakat terhadap bacaan berasal dari guru, umpamanya diarahkan; sesudah selesai membaca, beritahu karakter mana yang paling kau sukai atau kagumi dan mengapa ?. Tokoh mana yang paling tidak di sukai dan mengapa ?. Apakah dalam buku itu ada deskripsi Jelas tentang pribadinya secara nyata atau hanya disimpulkan dari kejadian-kejadian yang diceritakan. Moral apa yang terkandung dalam buku tersebut. Pengayaan melalui pelajaran membaca dapat juga dilaksanakan dalam kelompok kecil untuk memperoleh "interaksi yang hidup" dengan teman sebaya.
b. Menulis Kreatif (mengarang)
Kehidupan imaginasi anak berbakat biasanya sangat aktif dan mengarang merupakan sesuatu yang biasanya gemar dilakukannya. Namun ada anak berbakat yang cenderung minatnya ke ilmu pengetahuan alam (I PA) kadang memperoleh kesukaran dalam menyatakan dirinya, meskipun ide-ide dirinya banyak.
Mengarang adalah suatu sarana yang dalam memperoleh keterampilan menyatakan dirinya.
Kebimbangan memilih judul yang sesuai dapat dipancing dan diarahkan melalui.
1) Gambar seseorang atau sesuatu yang diperhatikan
2) "Passage" dalam bacaan seperti "Penerbang roket mengambil tempat duduknya dalam kapsul, menunggu tanda keberangkatannya .
c. Ilmu Pengetahuan Sosial
Pelajaran Sejarah, Pendidikan Kewarga-negaraan (PPKn), dan Ilmu Bumi dapat dikaitkan dengan membaca dan mempelajari berbagai tajuk sejarah maupun ilmu bumi melalui berbagai bacaan.Integrasi dari kedua bacaan ini memungkinkan pendalaman suatu penguasaan yang kongkrit dalam kaitan dengan kedua pelajaran tersebut. Juga menyuruh anak berbakat menemui beberapa tokoh tua di tempat tinggalnya untuk menanyakan peranan dalam perang kemerdekaan kita, dan memungkinkan kaitannya dengan PPKn. Suatu pameran tentang mata uang logam kuno dari negeri sendiri atau negara lain, tata cara pakaian, alat perang dan benda lain dari masa lalu serta pembangunan kini dapat menghidupkan sejarah, ilmu bumi dan PPKn secara integral.
Kejadian aktual seperti perjuangan bangsa Asia dan Afrika, perubahan dalam sistem transportasi, penemuan baru seperti "concorde" dan sebagainya, dengan sendirinya merupakan hal-hal yang akan sangatmenumbuhkan motivasi belajaranak berbakat.
Mata pelajaran lain seperti politik, ekonomi, antropologi sosiologi dan psikologi dapat diberikan secara ilmiah populer. Umpamanya masalah "Intel-group relation" adalah suatu topik yang dapat diperdalam dalam menggunting surat kabar atau majalah mengenai contoh konflik ada atau kerjasama dari kelompok tertentu. Demikian juga kejadian aktual seperti pemilu merupakan permasalahan politik yang dapat dijelaskan dalam kaitan dengan pemerintah. Suatu aktivitas longitudinal dalam hubungan denganekonomi adalah investasi dalam bidang bisnis yang berhubungan dengan usaha sekolah.
Demikian juga suatu masalah antropologi perlu dijelaskan melalui ensiklopedi, misalnya karakteristik mana dalam masyarakat kita yang bersifat universal?
d. IPA dan Pendidikan Kesehatan
Keterampilan proses (proses skills) dalam IPA pada akhir abad ini telah digalakan sebagai metodologi IPA yang membantu anak didik mengaitkan IPA dengan dasar kehidupan. Dalam memecahkan masalah IPA bukan lagi menghapal hukum dan aksioma saja, tetapi pengembangan aktivitas dan eksperimen yang membantu anak didik memperoleh keterampilan mengamati, mengelola, meramalkan suatu gejala serta menilai proses tersebut. Dalam hubungan dengan ini berbagai lomba ilmiah dapat diselenggarakan, atau mengadakan seminar para ahli di bidang IPA dan Kesehatan.
e. Matematika
Untuk mencari jalan terpendek atau termudah dalam menyelesaikan suatu soal matematika patut dilakukan anak berbakat. Pemahaman terhadap hubungan angka dengan membandingkan berbagai metode perkalian, pengurangan atau penambahan merupakan sesuatu yang menarik anak berbakat. Persoalan matematika yang dikaitkan dengan cerita akan sangat melatih keterampilannya.
Demikian pula teka-teki angka akan banyak memberi kesempatan melatih keluwesan kemampuan berhitung.
f. Kesenian dan Bahasa
Kreativitas anak berbakat dalam berbagai jenis kesenian dapat kesempatan berkembang dan mudah dikaitkan dengan perkembangan bahasa (umpama drama, deklamasi), Tetapi ada juga kegiatan kesenian yang secara khusus memperkaya perkembangan kesenian tertentu, seperti musik (band sekolah), melukis, membatik dan lain-lain. Kreativitas merupakan satu ciri khas dari anak berbakat. Kreativitas dapat diarahkan melalui berbagai kegiatan positif dan menantang.
g. Metode belajardan guru
Metode belajar yang paling cocok untuk anak berbakat adalah belajar melalui kelompok kecil atau individual. Bila anak berbakat harus belajar dalam kelas besar, maka prinsip pendekatan full-out enrichment dan akselerasi harus menjadi dasar untuk pengembangan pada perbedaan potensinya. Beberapa persyaratan yang diperlukan guru ialah guru harus seseorang yang memiliki intelegensi tinggi dan mempunyai minat luas dalam berbagai bidang. Minat guru yang ada harus dapat disampaikan dengan baik yang dimiliki orang lain. Keinginan guru belajar mendalami ilmu bersama murid terus menerus merupakan syarat lain yang harus dipenuhi guru anak berbakat.
Bagaimana Pendidikan anak Berbakat dalam Konteks Pendidikan Indonesia
Pembinaan bakat dan prestasi berkualitas tinggi penting bagi kelangsungan hidup serta kejayaan bangsa. Hal ini berarti bahwa pendidikan anak berbakat harus berangkat dari landasan konseptual filisofis yang sama untuk digunakan dalam pendidikan biasa. Sebagaimana halnya dengan anak-anak yang mengalami hambatan (handicap) anak berbakat perlu mendapat layanan yang berbeda dari yang diberikan kepada anak-anak. pada umumnya untuk memungkinkan mereka mewujudkan potensinya secara maksimal.
Di Indonesia sampai saat ini layanan khusus untuk anak-anak berbakat yang dimaksud praktis belum ada, meskipun pemikiran ke arah itu telah pernah dirintis, salah satunya pemberian beasiswa (T. Raka Joni,1982).
Tinjauan sekilas di sejumlah negara lain memberikan gambaran yang tidak terlalu jauh berbeda, perhatian jauh lebih banyak ditujukan kepada anak-anak yang mengalami hambatan, bukan kepada anak-anak berbakat istimewa. Dan apabila kita ingin mulai merintis layanan khusus yang dimaksud, maka seharusnya kerangka acuan dengan wawasan ke pendidikan yang lebih luas, perlu dimantapkan terlebih dahulu, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti berikut ini
1) Apakah yang dimaksud dengan bakat (istimewa) itu Apa bidang-bidangnya, dan bagaimana diungkapkannya?
2) Untuk apa, baik dilihat dari segi individu maupun dari segi pemerintah dan masyarakat, bakat-bakat istimewa tersebut terbina?
3) Bagaimana pembuatan bakat yang dimaksud dilaksanakan? Perlukah dilakukan penetapan urutan prioritas? Apa isi program pembinaannya dan apa pula persyaratan sarana, prasarana serta personelnya? Bagaimana program tersebut diorganisasikan serta diadministrasikan sehingga dapat tercapai tujuan dengan efektiftetapi efisien?
4) Bagaimana kita bisa tahu bahwa prediksi prestasi berkualitas tinggi yang dibuat itu efektif? Bagaimana kita tahu bahwa program pembinaan bakat istimewa itu berhasil? Apa indikator keberhasilannya?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mudah-mudahan pemikiran untuk mewujudkan lembaga pendidikan anak berbakat bisa terwujud. Tentu saja disesuaikan dengan kondisi yang ada di masyarakat dan pemerintah Indonesia. Demikianlah uraian yang menggambarkan anak berbakat, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/Anak_berbakat.htm

Oleh: Dr. Reni Akbar-Hawadi, Psi
________________________________________
Learning Disability
Kesulitan belajar (Learning Disability) adalah cacat syaraf (neurological handicap) yang mempengaruhi kemampuan otak anak untuk mengerti, mengingat, dan mengkomunikasikan informasi. Kerusakan syaraf yang terjadi ini dapat berakibat menganggu pada fungsi otak lainnya, yang menyebabkan masalah akademik anak dalam bidang seperti:
• persepsi visual (misalnya anak tidak bisa membedakan huruf b dan d, huruf w dan m, huruf p dan q)
• pemprosesan bahasa (misal salah dalam menangkap dan memahami instruksi)
• kemampuan motorik halus (misal: tulisannya susah dibaca, belum bisa menggunting)
• kemampuan memusatkan perhatian (misalnya tugas-tugas tidak pernah selesai tetapi ingin mengerjakan tugas lainnya)
Anak yang mengalami LD (Learning Disability) nyaris tidak terlihat, karena anak-anak LD memiliki taraf kecerdasan yang normal, bahkan jauh melampaui diatas rata-rata. Mereka biasanya tampak tertinggal dalam beberapa area kemampuan tetapi masih normal dalam area kemampuan yang lain. Sebenarnya yang dialami anak-anak LD ini adalah mendapatkan prestasi yang tidak sesuai dengan harapan (unexpected underachievement), yaitu adanya kesenjangan antara yang seharusnya mampu mereka lakukan dengan apa yang sebenarnya dapat mereka lakukan.
Kondisi yang dialami mereka menyebabkan mereka dicap dengan kesan yang salah seperti “anak dungu, anak kurang ajar, atau anak malas”. Dan pernyataan ini membuat anak semakin depresi.
Masalah Perilaku LD
Beberapa masalah perilaku yang biasanya muncul pada anak LD adalah :
• Jangka perhatian yang pendek: sangat mudah terganggu, cepat bosan dengan aktivitas baru, pindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain dan sering meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.
• Kesulitan mengikuti arah: seringkali bertanya berulang kali, minta petunjuk untuk hal-hal yang mudah sekalipun, karena intruksi yang diberikan tidak sepenuhnya dipahami.
• Ketidak matangan sosial: berperilaku seperti anak dengan usia dibawahnya, bersifat kekanak-kanakan.
• Kesulitan dalam melakukan percakapan: seringkali kesulitan menemukan kata yang tepat dalam melakukan percakapannya.
• Tidak Fleksibel: keras kepala dalam hal mempertahankan caranya mengerjakan sesuatu, ia menolak untuk menerima saran ataupun mau menerima pertolongan orang.
• Perencanaan dan keterampilan organisasi buruk: seringkali terlambat dan jika diberikan beberapa tugas sekaligus, ia tidak memiliki gagasan harus memulainya dari mana.
• Absentmindedness: seringkali lupa membuat PR, kehilangan baju dan miliknya yang lain, bermasalah dengan janji yang dibuatnya.
• Ceroboh: tampak kikuk dan kurang terkoordinasi; sering terbentur, dan menjatuhkan barang, menumpahkan sesuatu, tulisan tangan buruk.
• Pengendalian diri buruk: Anak LD akan menyentuh apapun yang menarik minatnya, mengomentari apa yang ia lihat tanpa berpikir panjang sebab akibatnya, memotong pembicaraan, dan menerobos antrian.
Pedoman Tanda adanya LD (Learning Disability)
Masalah-masalah yang dihadapi anak LD adalah masalah yang menyangkut kemampuan akademik dasar seperti calistung (membaca, menulis dan berhitung). Hal ini menyebabkan anak-anak LD sulit diidentifikasi. Apalagi untuk mengidentifikasi anak LD diperlukan waktu yang cukup untuk observasi, wawancara dan penilaian satu persatu. Disarankan agar orangtua tidak menunggu waktu lama untuk memutuskan anaknya mengidap LD, dengan mengenal 6 tanda dibawah ini:
1. Perkembangan yang terlambat.
LD baru dapat diketahui pada saat anak memasuki masa sekolah. Performance anak yang jauh berbeda atau tertinggal dengan teman-teman seusianya menjadi salah satu indikator bahwa ada sesuatu yang salah pada diri anak. Jadi bandingkanlah perilaku anak anda dengan perilaku anak seharusnya pada usia kalendernya.
2. Penampilan yang tidak konsisten.
Anak LD menampilkan perilaku yang tidak konsisten. Ia bisa saja mampu melakukan soal matematika yang diberikan guru saat ini tetapi kemudian jika diminta lagi melakukan soal tersebut pada pekan depan, maka ia tidak mampu melakukannya. Ada juga anak yang tulisannya jelek tetapi hasil lukisannya baik.
3. Kehilangan minat belajar
Sebenarnya anak-anak ini suka belajar, namun antusiasme mereka semakin berkurang begitu masuk sekolah karena mereka mengalami gangguan dalam pemprosesan informasi, dimana dibutuhkan daya ingat dan pengorganisasian informasi dalam jumlah besar. Biasanya tanda yang amat jelas adalah:
o suka menunda pekerjaan (prokastinator),
o anak sering mengeluh pusing, sakit perut, dan ijin untuk tidak masuk sekolah.
o Anak sering mengeluh hal-hal yang tidak berhubungan dengan kegiatan belajar
o Anak mengeluh pelajarannya terlalu susah.
o Anak mengeluh pelajarannya membosankan
o Jika ditanya tentang sekolah, anak hanya menjawab tidak ada apa-apa, baik.
o Anak tidak menunjukkan hasil pekerjaan sekolahnya pada orangtua.

• Tidak dapat mencapai prestasi seperti yang diharapkan
Adanya kesenjangan antara potensi dan prestasi yang ditunjukkan anak dapat menjadi tanda utama bagi orangtua. Meskipun nilai anak sudah mencapai tingkat rata-rata, orangtua harus tetap memantau perkembangan anak, karena bagi anak-anak dengan IQ tinggi, prestasi yang dihasilkannya dapat mencapai jauh diatas rata-rata.
• Masalah tingkah laku yang menetap
Anak LD umumnya bermasalah dalam berperilaku. Dan hal ini sudah terlihat sejak bayi. Bagi anak yang mengalami kesulitan dalam persepsi visual dan bahasa, mereka mengalami kesulitan dan memahami dan mengingat informasi, sehingga sering terkesan anak sukar diatur dan kasar. Ada perubahan mood yang menyolok. Anak LD kemudian dianggap sebagai anak yang keras kepala, malas, tidak peka, tidak bertanggung jawab, dan tidak mau bekerja sama. Beberapa tanda yang mudah dikenali yaitu:
• Kemarahan besar yang diekspresikan secara verbal (
• Kecemasan yang berlebihan
• Depresi, memisahkan diri dari orang lain, sedih dan pesimis tentang masa depan, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu digemari, merasa bersalah dan tidak berharga dan tidak mampu membuat keputusan.
• Perilaku melarikan diri
• Perilaku menantang bahaya
• Perilaku antisosial
• Kurangnya kepercayaan dan harga diri
Anak sering menganggap dirinya bodoh yang akan menurunkan motivasi akademis mereka. Anak LD rentan terhadap situasi yang disebut learned helplessness, kondisi dimana mereka sudah putus asa dan berhenti mencoba.
Anak berbakat dan LD
Memiliki anak berbakat sudah berat, apalagi ditambah dengan gejala LD. Anak LD dengan kecerdasan tinggi tidak menjadikan dia sebagai seorang yang disebut gifted karena dengan konsep diri yang buruk dan motivasi yang rendah membuat potensi anak tidak teraktualisasi.
Seseorang dikatakan berbakat dalam bidang tertentu jika dia mampu menunjukkan hasil karyanya dalam bidang tertentu yang hasilnya jauh diatas rata-rata orang lain dengan karya yang sama dalam bidang tersebut.
Keberbakatan selalu menunjuk pada keunggulan dalam area tertentu. Suatu hal yang kontradiktif jika kita mengatakan seorang berbakat namun berkesulitan belajar. Keberbakatan yang dimaksud adalah suatu potensi kecerdasan yang ia miliki dalam katagori taraf kecerdasan very superior.
Tentu saja ada hal-hal yang harus dikejar oleh anak LD agar ia dikatakan gifted, yaitu dari sisi komitmen terhadap tugas, mengacu pada ciri-ciri kepribadian seperti ulet, tekun, persistensi, disiplin, bersemangat, kerja keras dan tidak mudah menyerah.
Seandainya anda memiliki anak dengan taraf kecerdasan 130 keatas, namun memiliki tanda-tanda atau karakteristik LD seperti itu maka sebaiknya segera ke dokter spesialis neurologi anak untuk memperoleh cara penanganan yang tepat.

Anak Berbakat

DETEKSI TERHADAP ANAK-ANAK BERBAKAT
1. Pengertian Anak berbakat
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.

Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
• Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
• Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
• Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
• Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
• Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.
Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.

2. Tanda-tanda Umum Anak Berbakat
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.

Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.

Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulisannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.
3. Pelayanan Bagi Anak Berbakat
Mengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu:
(1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.

Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1). Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk:
(a) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun
(b) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja.
Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.

2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah).
Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.

3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual.
Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.

4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat.
Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

5.Pergaulan Anak Berbakat
Anak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.

Di dalam keluarga pun orang tua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.

Disleksia

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang
Membaca merupakan kebutuhan individu yang amat penting dan menduduki posisi sentral bagi kehidupan manusia di era globalisai. Tanpa membaca manusia akan miskin informasi, pengetahuan, dan tertinggal dari berbagai kemajuan dan perubahan zaman.
Membaca merupakan proses ganda dan simultan, yang mengandung dua proses dan merupakan perpaduan antara proses mental dan fisik. Selama kegiatan membaca berlangsung bukan artikulator saja yang terlibat, melainkan mental psikologis pun turut campur dalam menentukan kualitas dan hasil baca yang dilakukan individu.
Ketidakmampuan membaca pada anak sering digeneralisir sebagai kelemahan intelegensi. Padahal, bisa jadi ia mengalami disleksia. Disleksia atau gangguan berupa kesulitan membaca, menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Hermawan Consulting, pada dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh John Bradford (pendiri Direct Learning, sebuah lembaga pengembangan program untuk Learning Disabilities di Amerika), disleksia lebih banyak diderita pria daripada wanita. Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut.
Gangguan ini merupakan gangguan dalam memperlakukan huruf-huruf dan kata-kata misalnya simbol-simbol yang diakibatkan berkurangnya kemampuan mengintegrasikan kebermaknaan bahan tertulis. Problem tersebut tampaknya merefleksikan suatu pola gangguan dasar organisasi neurologis karena sebab biologis atau endogenous (Helen M.Robinson,1968:167).
Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan fonologik.
Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia.
Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.

I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Disleksia ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Disleksia ?
3. Bagaimana ciri-ciri anak yang mengalami Disleksia ?
4. Bagaimana cara mengatasi anak yang mengalami Disleksia ?

I.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan, agar pembaca dapat mengetahui apa itu disleksia, dan mengapa hal itu bisa terjadi. Karena di zaman sekarang ini, anak-anak yang mengalami disleksia makin banyak, dan terkadang sering kita jumpai.

I.4 Manfaat Penulisan
Manfaat bagi penulis ialah agar penulis dapat mengerti dan mengetahui tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi disleksia. Makalah ini juga berguna bagi orang tua yang tidak ingin anaknya mengalami disleksia, serta bagaimana cara orang tua, atau guru mengatasi atau membimbing anak yang mengalami disleksia.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Apa Itu Disleksia ?
Asal istilah disleksia diatributkan pada Kausmaul, yang pada tahun 1877 mengartikan kata aleksia sebagai kebutaan kata (word blindness). Pada tahun 1891 Jules Dejerine, seorang dokter ahli bedah dan patologi klinis, menyajikan data autopsi tentang individu yang mengalami luka penyempitan pembuluh otak dan belahan otak kiri, dan ia mengistilahkan ketakmampuan/kesulitan membaca (reading disabilities), untuk kata kebutaan kata (Reynold & Mann, 1987:489). W.Tringle Morgan, Optalmog berkebangsaan Inggris tahun 1896 memberikan hasil studi kasusnya tentang disleksia yang dimuat dalam Journal Kedokteran Inggris, mengusulkan istilah kebutaan kata bawaan (congenital word blindness) untuk menunjuk konsep dislkesia (Reynold & Mann, 1987:1304; Harre & Lamb, 1984:166).
Disleksia terdiri daripada dua perkataan Yunani yaitu "DYN" bermakna susah, dan "LEXIA" bermakna tulisan. Disleksia bukannya satu penyakit, tetapi merupakan salah satu gangguan dalam pembelajaran yang biasanya dialami oleh kanak-kanak. Lazimnya, masalah pembelajaran yang dihadapi adalah seperti membaca, menulis, mengeja, dan kemahiran mengira. Oleh itu dyslexia merujuk kepada mereka yang menghadapi masalah untuk membaca dan menulis walaupun mempunyai daya pemikiran yang normal.
Disleksia adalah gangguan akan kemampuan membaca, yaitu kemampuan membaca anak berada di bawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi
setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu.
Menurut T. L. Harris dan R. E Hodges (Corsini, 1987:44) disleksia menunjuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran intelegensinya normal, dan keterampilan usia bahasanya sesuai.
Bryan & Brayan sebagaimana dikutip oleh Mercer (1987, 310-311) mentakrifkan disleksia sebagai suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara histories menjukkan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam mempelajari sistem repsentasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah dan masa.
Tetapi yang paling penting diingat adalah disleksia tidak ada kaitannya dengan inteligensia seseorang. Psikolog dari Perkumpulan Disleksia Singapura, Kevin Smith, menjelaskan disleksia pada anak tidak ada hubungannya dengan tingkat inteligensia, bahkan beberapa jenius dunia, seperti Albert Einstein, Galileo Galilei, Thomas Alfa Edison, Beethoven, Tom Cruise, Whoopi Goldberg, pun mengalami disleksia pada masa kecilnya. Sebuah majalah terbitan Amerika Serikat menerbitkan laporan tentang dugaan gangguan disleksia yang dialami Presiden AS, George W Bush, menjelang pemilihan umum kemarin. Disebutkan, Bush selama masa kampanye sering salah menyebutkan kata-kata. Misalnya, ia ingin menyatakan AS sebagai negara peacemaker (pencipta perdamaian), namun ia mengucapkan pacemaker (alat pacu jantung). Kata tariffs and barriers (bea dan cukai), diucapkan terriers (jenis anjing terier) untuk kata barriers. Selain itu, ada beberapa kata lagi yang diucapkan salah, dan pengucapan kata-kata dan kalimat yang salah tadi dilakukan secara konsisten, sehingga bisa diindikasikan ia.
menderita disleksia.
Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.
Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

2. Faktor-faktor Penyebab Disleksia
Disleksia adalah gangguan akan kemampuan membaca, yaitu kemampuan membaca anak berada di bawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu.
Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu;
• Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.

• Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah diperlukan.

• Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
Diambil dari buku “ Pendidikan Bagi Anak Disleksia “ Debdikbud. Sebab terjadinya disleksia antara lain :
1. Gangguan persepsi penglihatan
Kinsbourmen dan Warrington ( Williams, 1981:122) menyatakan bahwa anak disleksia mungkin memiliki kesulitan dalam mengfiksasi rangsangan, sehingga banyak bagian kata atau kalimat tak terpersepsi secara baik. Selain itu pada anak disleksia juga mengalami kesulitan dalam mengikuti urutan dari kiri ke kanan sehingga cendrung melihat kata-kata dengan cara sembarangan. Anak disleksia juga tak mampuy mengenal aspek-aspek visual tentang huruf atau kata, namun ia akan mampu berbuat jika mengangkat tangannya untuk mendekatkan bahan tertulis.
2. Kurang dominannya belahan otak
Otak dibedakan menjadi dua belahan yaitu hemisfer kiri dan kanan. Bagi kebanyakan orang, hemisfer kiri lebih dominan dari pada kanan. Pada kasus disleksia, menunjukkan adanya gangguan atau kekurangan cerebral atau dominasi kemisfer. Jadi, satu paroan otak gagal mengambil kontrol lebih banyak pada fungsi-fungsi bahasa.
3. Difungsi minimal otak
Anak disleksia banyak yang mengalami gangguan saraf otak dan atau cidera otak. Namun banyak kasus para neurolog tidak mampu menemukan suatu gangguan neurologis, karena kesimpulan disfungsi minimal otak adalah kadang-kadang dipaksakan ( Kirk, Kliebhan & Lerner, 1978:17 ).
4. Gangguan keterampilan perseptual-motor
Dalam kegiatan membaca diperlukan gerak tertentu. Gerak ini muncul akibat adanya stimulus berupa huruf, kata, dan kalimat serta keinginan si pembaca untuk memberikan sambutan terhadap stimulus yang ada. Gerak yang saat membaca berpusat pada mata bagi individu awas dan berpusat pada jari bagi individu tak awas. Gerak mata saat membca ditandai oleh gerakan fiksasi, gerakan interfiksasi, gerakan regresi dan mata gerak (jalan) kembali. Adapun waktu yang diperlukan mempunyai dua elemen yaitu waktu fikasasi dan waktu gerak ( Dechant & Smith, 1977:122-123). Fiksasi yaitu berhentinya mata sejenak sehingga membuatnya dapat mereaksi stimulus yang ada.
5. Gangguan indokrin dan keseimbangan kimiawi
secara umum kesehatan yang baik akan menopang membaca yang baik, dan kesehatan yang jelek sering diasosiasikan dengan gangguan membaca. Park dan Schneider mengatakan bahwa ada sejumlah penelitian memperlakukan pengaruh disfungsi kelenjer terutama tidak berfungsi kelenjer dibwah otak , kekurangan vitamin, gangguan kelenjer indokrin, gangguan saraf, malnutrisi, dan problema peredaran nutrisi, dan perubahan system metabolisme terhadap kesulitan membaca ( Dechant, 1982:85 ). Studi lain menekankan efek adenoid, penularan atau peradangan amandel, gigi jarang, alergi, asma, tuberculosis, rachitis, demam encok dan sakit berkepanjangan terhadap kesulitan membaca ( Dechant, 1982:85 ).
6. Pengalaman masa kecil tak menyenangkan ( tarumatis)
Menurut Dechant (1982:30), pengalaman kehidupan khusus seseorang merupakan penentuan umum hakikat interprestasi yang akan diberikan pada suatu peristiwa atau kata. Individu adalah gudang pengalaman masa lampau yang menjadi basis penginterprestasian pengalaman atau rangsangan-rangsangan baru.
7. Kurangnya pelayanan kesehatan
Dalam pelayanan kesehjatan paling tidak konsep yang tercakup di dalamnya, yaitu (a) pelayanan kesehatan saat janin masih dalam kandungan, (b) pelayanan kesehatan saat bayi lahir sampai usia enam tahun, dan (c) pelayanan kesehatan usia sekolah sampai dewasa.
8. Kelahiran prematur
Berat kelahiran rendah ditemukan sebagai faktor beresiko tinggi pada berbagai gangguan perkembangan. S. Cohen ( Kavanagh & Truss, 1988:91-92 ) menekankan akibat masalah kelahiran prematur mencakup: gangguan intelegensi, perkembangan motorik, perilaku dan juga kesulitan belajar termasuk kesulitan belajar membaca.
9. Penyakit masa kanak-kanak
Penyakit-penyakit yang dialami oleh anak-anak selama tahun-tahun pertama atau priode-priode kehidupan kritis cukup memberikan efek terhadap rendahnya kesehatan anak. Bila penyakit yang dialami oleh anak di masa ini berlangsung lama, kronis, dan penyakitnya amat berbahaya bagi perkembangan anak di masa-masa yang akan datang, maka diasumsikan anak akan mengalami gangguan perkembangan, termasuk gangguan dalam belajar membaca.
10. Malnutrisi
Sekalipun belum banyak penelitian bahkan boleh dikata tidak ada penelitian yang mengkaji secara khusus akibat malnutrisi terhadap disleksia, namun secara logis bisa diyakini bahwa kekurangan gizi atau malnutrisi diduga cukup memberikan sumbangan berarti terhadap disleksia.
11. Kekurangan vitamin
Individu yang mengalami kekurangan vitamin A bisa menjadi aviataminosis A. ia lama kelamaan bisa mengalami tunanetra. Individu yang kekurangan vitamin C mudah terserang penyakit flu. Penyakit ini bila dibiarkan akan mengakibatkan radang pada hidung atau tenggorokkan. Individu yang kekurangan vitamin B atau B kompleks, akan mudah terserang penyakit, mudah lelah, perkembangan fisik terganggu dan konsentrasi berfikir kurang. Bila perkembangan fisik yang terganggu tersebut mengenai perkembangan organ otak dan pematangan fungsi-fungsi organ otak maka dapat menyebabkan individu mengalami disleksia.
12. Infeksi saat ibu hamil
Infeksi saat ibu hamil beresiko tinggi terhadap kelahiran tak normal atau melahirkan anak berkelainan. Infeksi yang dialami ibu masa mengandung mislanya akibat rubella, sifilis, tuberkulosis dapat mengakibatkan janin luka otak. Bila ini terjadi, maka bayi yang dilahirkan mungkin akan mengalami kesulitan belajar membaca saat waktunya tiba.
13. Kelainan pewarisan
Para ahli menyepakati bahwa kesulitan membaca banyak ditandai oleh faktor genetika dan faktor pewarisan. Sebagaimana dijelaskan oleh Hallgren dan Herrman bahwa kesulitan membaca berbasis dari keturunan, beberapa anak kesulitan membaca berat kadang-kadang ditemukan dari generasi atau dari keluarga yang sama. Studi lain terhadap anak kembar dan saudara kandung mengindikasikan bahwa kesulitan membaca ada dalam keluarga mengalami disleksia ( Kirk, Kleibhan dan Learner, 1978:19 ).
14. Efek gangguan emosional
Hubungan antara salahsuai kepribadian atau emosional dengan membca belajar sebagai berikut: (a) salahsuai menyebabkan kesulitan membaca, (b) kesulitan membaca menyebabkan salahsuai, (c) salahsuai dan kesulitan membaca memiliki suatu sebab umum, (d) hubungan bersifat sirkuler, salahsuai menyebabkan kesulitan membaca dan kesulitan memvaca lebih lanjut meningkatkan salahsuai; atau kesulitan membaca menyebkan salahsuai yang berikutnya meningkatkan kesulitan membaca ( Dechant, 1982:80; Dechant & Smith, 1977:196), (e) salahsuai dan kesulitan membaca masing-masing memiliki sebab yang berbeda ( Dechant & Smith, 1977:196 ).
15. Konsep diri rendah
Preyor menyatakan bahwa perubahan suatu konsep diri anak berkesulitan membaca ( disleksia ) disokong oleh perasaannya tentang dirinya sendiri adalah mungkin langkah pertama menuju perbaikan problem akademik ( Ekwall & Shanker, 1988:18 ).
16. Perkembangan bahasa lambat
Perkembangan bahasa lambat tersebut sebagai akibat perkembangan dan kematangan fungsi otak pusat memori dan bahasa mengalami perkembangan yang lambat, tak integratifnya belahan otal kanan dan kiri sehingga jadi disleksia.
17. Perkembangan bahasa terhenti
Perkembangan bahasa terhenti menunjuk pada perkembangan bahasa menyimpang. Istilah ini digunakan membedakan dengan istilah perkembangan bahasa lambat.


3. Ciri-ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu. Di TK, kemampuan membaca anak tidak menjadi tuntutan, itulah mengapa gejalanya sulit diketahui sejak usia dini. Inilah ciri-cirinya:
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing."
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.

Diambil dari Tabloid Nova, ciri-ciri anak disleksia antara lain:
- Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
- Kesulitan merangkai huruf-huruf dan kadang ada huruf yang hilang.
- Sulit membedakan huruf. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti b - d, u - n, m - n.
- Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Misalnya, sulit membeda - kan huruf-huruf pada kata 'soto' dan 'sate'.
- Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya.
- Kesulitan memahami apa yang dibaca.
- Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misalnya, 'hal' menja- di 'lah.
- Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak stabil, kadang naik, kadang turun.

Anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8 tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca. "Jadi, paling tidak ada pengalaman satu atau dua tahun membaca, setelah itu baru dilihat apakah ada kesulitan, baru lalu didiagnosis disleksia,"


4. Mengatasi Anak Yang Mengalami Disleksia
Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia. "Misalnya, ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya justru baik sekali. Lalu, ada yang punya kemampuan matematis yang baik, tapi ada pula yang parah. Untuk itulah bantuan ahli (psikolog) sangat diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat.”
Sebagai gambaran, para ahli akan membantu mereka dengan menggunakan berbagai metode berikut:
• Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
• Membangun rasa percaya diri Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan. Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Jadi, berkat usaha dan ketekunan mereka, para penyandang disleksia ini dapat juga menguasai kemampuan membaca dan menulis. Orang tua dan guru serta pendamping lainnya mungkin melihat dan menemukan adanya kelebihan dari anak-anak seperti ini. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia. Anak-anak tersebut perlu diajak mencari dan mencatat semua kelebihan dan kekurangannya, untuk kemudian dibahas bersama satu demi satu. Misalnya, anak melihat bahwa dirinya bukan orang yang mampu menulis dan mengarang dengan baik, tapi di lain pihak ia adalah seorang pemain basket yang handal dan sekaligus perenang yang tangguh. Bisa juga, dia melihat dirinya tidak bisa mengeja dengan benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang suka padanya. Intinya, bantulah mereka menemukan keunggulan diri, agar bisa merasa bangga dan tidak pesimis terhadap hambatan yang saat ini sedang diatasi. Kalau perlu, jelaskan pada mereka figur-figur orang terkenal yang mampu mengatasi problem disleksianya dan melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat.
• Terapi
Menurut Kevin, saat anak diketahui mengalami gangguan disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan untuk membantu si anak mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan. Oleh karena itu mereka tidak bisa diberikan porsi yang sama dengan anak-anak lainnya.
Umumnya, anak-anak penderita disleksia sering dicap sebagai malas, bebal, bodoh, dan sebagainya. Padahal mereka adalah anak-anak pintar, jika diberi peluang dan mendapat bimbingan yang tepat. Apa yang bisa dilakukan untuk menolong anak-anak yang menderita gangguan disleksia ini? Bagi orangtua,
hal pertama yang perlu ditanamkan adalah menyayangi mereka, sama seperti anak-anak yang lain, baru kemudian membimbing sesuai dengan kesulitan yang dihadapi.
Orangtua dapat membantu menyiapkan jadwal harian agar anak-anak mengetahui apa yang harus dilakukan. Selain itu, dapat pula membantu menyiapkan alat sekolah dan perlengkapan sehari-hari lainnya. Bahkan jika di rumah ada perangkat komputer, ada baiknya anak dilatih menulis dan membaca dengan menggunakan komputer karena ada fasilitas pengecek ejaan (spelling checker).
Sementara guru-guru di sekolah bisa melakukan beberapa cara untuk membantu anak-anak ini, seperti menggunakan alat tulis berbagai warna untuk menulis kata yang penting, memberikan waktu istirahat selama 10 menit dari setiap 20 menit belajar membaca, memberikan waktu lebih saat menulis dan membaca.
Guru juga dapat memberikan soal atau tulisan dengan ukuran huruf yang lebih besar agar terlihat jelas dan dapat menarik penglihatan mereka. Intinya, anak-anak penderita disleksia perlu diberikan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya karena mereka juga memiliki potensi yang besar. Dan anak-anak itu tidak boleh diberikan cap negatif.
Anak-anak tertentu, khususnya mereka yang disleksia, tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai (Snowling, 1987).














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kesulitan pokok yang dialami oleh anak disleksia terletak pada adanya kesulitan membaca. Kesulitan membaca yang mereka alami bervariasi, ada yang ringan, ada yang sedang, dan ada juga ynag berat. Berat ringannya kesulitan membaca yang dialami oleh anak disleksia amat menentukan tingkat tuntutan pengajaran membaca mereka.

Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritiknya, agar dikemudian hari makalah ini dapat lebih baik.




















DAFTAR PUSTAKA

M. Shodig. PENDIDIKAN BAGI ANAK DISLEKSIA. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
http://www.balita-anda.com/balita_395_DISLEKSIA_pada_anak.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Dyslexia
http://www.kikil.com/archive/index.php/t-12069.html
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia.com/msg02653.html
http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/Bahasa_dan_Membaca.php
http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=13992

Apa Itu Autis

INFORMASI MENGENAI AUTISMEN DAN PENDIDIKANNYA

PERISTILAHAN
• Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
• Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
• Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

APA AUTISME ITU?
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
 American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
 Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
 Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
 Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
 Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).

APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?
Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)
Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?
o Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
o Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
o Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
o Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
o Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
o Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
o Suka bergumam.
o Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
o Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
o Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.
Bagaimana anak austistik bergaul?
• Tidak ada kontak mata
• Menyembunyikan wajah
• Menghindar bertemu dengan orang lain
• Menundukkan kepala
• Membuang muka
• Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
• Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
• Kurang tanggap isyarat sosial.
• Lebih suka menyendiri.
• Tidak tertarik untuk bersama teman.
• Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.
Bagaimana anak autistik membawakan diri ?
 Menarik diri
 Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
 Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
 Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
 Lebih senang menyendiri. .
 Hidup dalam alam khayal (bengong)
 Konsentrasi kosong
 Menggigit-gigit benda
 Menyakiti diri sendiri
 Sering tidak diduga-duga memukul teman.
 Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
 Sering menangis/tertawa tanpa alasan
 Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
 Memukul-mukul benda (meja, kursi)
 Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
 Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas
Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?
o Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
o Sensitif terhadap suara-suara tertentu
o Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
o Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.
Bagaimana Pola Bermain autistik anak?
• Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
• Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
• Tidak bermain sesuai fungsi mainan
• Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
• Sering terpaku pada benda-benda tertentu
Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?
• Sering marah tanpa alasan.
• Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
• Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
• Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.
Bagaimana kondisi kognitif anak autisti?
Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
 Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
 Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?
Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:
1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2. Teori Biologis
a. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
b. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
c. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
d. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.
4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?
Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain
o Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
o Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
o Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
o TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
a. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
b. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
c. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
d. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
e. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3. Pragram Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.
6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.
Dimana Ada Pelayanan Therapi dan Pendidikan Anak Autistik?

A. Klinik-Klinik Yang Menangani Anak Austistik

RS MMC
Bagian Psikiatri
Jln. HR. Rasuna Said Kav. C21, Kuningan, Jakarta Selatan
Phone : 5203435 Fax. 52033417
Dr. Melly Budiman, Sp.Kj

RS Ongkomulyo Medical Center
Jln. Pulo Mas Barat VI, Jakarta 13210
Phone : 4722719 Fax. 4718081
Dr. Melly Budiman, Sp.Kj

RS Cipto Mangun Kusumo
Jln. Salemba 6 Jakarta Pusat
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Sub. Neorologi Anak
Phone : 3149161
Dr. Hardiono D Pusponegoro, DSAK

Klinik Anaku – Kelapa Gading
Jln. Kelapa Gading Boulevard
Blok LA-6/34-35 Jakarta Utara (depan Kelapa Gading Mall)
Phone : 4502355-56 Fax : 4513263
Dr. Hardiono D. Pusponegoro, DSAK

Klinik Jakarta Medical Center (JMC)
Jln. Buncit Raya No. 15, Jakarta Selatan
Phone : 7940836-37 Fax. 7940838
e-mail : jmcinfo@rad.net.id
Dr. Rudi Sutadi, DSA

Bag. Psikiatri FKUI-RSCM
Jln. Diponegoro No. 1 Jakarta-12740
Phone : 337539
Dr. Ika Idyowati, Sp.Kj

RS Pondok Indah
Metro Duta 1 Kav. UE
Jakarta Selatan
Phone : 7657525-7502749
Dr. Ika Widyowati, Sp.Kj

Dr. Ika Widyowati, Sp.Kj
Praktek : di raumah
Taman Meruya Ilir J 1 No. 22, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Phone : 5845359

Klinik KTK RSAB Harapan Kita
(Klinik Tumbuh Kembang Anak)
Jln. Let. Jen S. Parman Kav. 87
Phone : 5668284 ext 583, 5672191
Dr. Iramaswaty Kamarul, DSA
Dr. Melly Budiman, Sp.Kj

RS Graha Medika
Jln. Raya Perjuangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Phone : 5300887, 5300889
Dr. Dwijo Saputro, Sp.Kj

Dr. Sasanti Yuniar, Sp.Kj
Praktek : di rumah
Jln. Ketintang Selatan VIII/14, Surabaya
Phone : 031-5501669


Bagian Lab./SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Univ. Airlangga/RSUD Dr. Soetomo
Phone : 031-5501669
Dr. Susanti Yuniar, Sp.Kj


B. Pusat-Pusat Terapi di Jakarta dan Sekitarnya

Jakarta Selatan

Kitty Center
Pertokoan Bona Indah A2/A10
Jln. Karang Tengah Raya, Jakarta Selatan
Phone : 7655129

Kryakon
Jln. Lebak Bulus III 28 A, Jakarta Selatan
Phone : 7504239

Dwi Gantari Indonesia
(Bapak Marzuki-Ibu Evie Sabir)
Jln. Benda III No. 27-27A
Kebayoran-Jakarta Selatan
Phone : 7247211

Klinik Sasana Husada
Jln. Kyai Maja No. 19 (depan RS Pertamina)
Phone : 7222410

Yayasan Balita Mandiri
Jl. YB Simatupang Raya Plaza III
Pondok Indah Blok E2, Jakarta 12310
Phone : 75900181

Biro Remidial Terpadu (BRT)
Jln. Pakubuwono VI , Phone : 7260241
Jln. Batu Tulis VII/7, Phone : 376927

Yayasan Pelita Hatiku
(Ibu Ondang dan Bpk. Agus)
Jln. Mandar XX Blok. DD 13 No. 37
Sektor 3 Bintaro Jaya Jakarta Selatan
Phone/Fax : 021-7357646


Klub Therapy Autisme (Bpk. Tamtam S)
Pamulang Permai II
Jln. Benda Barat 8A, Blok D 15 No. 8 Pamulang
Phone : 7405462

Pendidikan Dini “An’Nur” (Ibu Lilis Alis)
Jln. Ibnu Khaldun II No. 21 Komp. IAIN Ciputat
Phone : 7418659

Pusat Therapy “FIRSTIKA”
Kompl. Villa Bintaro Indah Blok B-5 No. 20
Ciputat Phone : 74860532


Jakarta Pusat

Terapi Wicara-Sasana Bina Wicara
Jln. Kramat VII No. 27, Phone : 3140636

Yayasan Jambangan Kasih
Jln. Kramat VI No. 44, Phone : 3909175


Jakarta Timur

KID Autis-JMC (Dr. Rudy Sutadi, DSA)
Konsultasi : JMC, Jln. Buncit Raya No. 15, Jakarta Selatan
Phone : 7940836-37
Terapi : Jln. Otista Raya No. 82 Jakarta Timur
Phone : 8198691-93 (depan Apotik Fiducia)

Terapi Wicara dan Bahasa-Sinar Hati
(Ibu Rani Handayani dan Ibu Evi Yuliasih)
Jln. Tembok No. 42 B, Jakarta Timur
Phone : 47863281, Hp. 0818170574 (Evi)


Jakarta Barat

Kitty Center-Green Garden
Blok N 10A-32, Jakarta Barat, Phone : 5815661

Growing Lestari-Ibu Ellen Sulaiman
Jln. Raya Kebayoran Lama Pal. 7 No. 5
Jakarta Barat, Phone : 5306520-5324387

Klinik KTK RSAB Harapan Kita
Jln. Let Jen S.Parman Kav. 87
Phone : 5668384 ext. 583, 5672191

Talitakum I (Yayasan Pancaran Kasih)
Jln. Raya Panjang No. 18 Kebon Jeruk Barat
Jakarta Barat-Phone : 5323606
Talitakum II
Sentra Niaga Puri Indah Blok T-3 No. 9 Puri Indah
Jakarta Barat, Phone : 58302976 Fax. 58301911

Tangerang

Pelatihan Al-Ikhsan Untuk Anak Autisme
a. Perum Batan Indah Blok. J 21
Serpong, Tangerang, Phone : 7564009
Perumahan Villa Melati Mas Blok D
Jln. Dahlia II No. 6 BSD Serpong, Tangerang
Phone : 5386461

Yayasan Tiara Pertiwi
Jln. Raya Kotabumi Perum Villa Tomang Baru
Blok L1 No. 21 Tangerang, Phone : 59300173

Permata Insania
Gedung Pusat Pendidikan Cikal Harapan
Jln. Rawa Buntu Utara I Blok H 1 No. 01 Sektor 1.4
BSD Tangerang – 15318, Phone : 5372906, 7565559



Bekasi

ANANDA (Ibu Suci)
Perum Persada Kemala
Blok 29 No. 10 Jln. Taman Persada V Bekasi
Phone : 8855130

Klinik Anak Raja (Ibu Debbie R. Sianturi)
Jln. Express VI Blok UU No. 6
Kemang Pratama –Bekasi 17116
Phone : 82415642, Fax. 82402178

Mitra Anakku (Drs. Achmad Fatchi, MBA)
Ruko Kemang Pratama Blok AL-02
Jln. Kemang Pratama Raya Bekasi
Phone : 8205446-8205815

AGCA Center Bekasi (Ibu Ira Christiana)
Ruko Mitra – Jln. Ir. H. Juanda Blok G 33 Bekasi
Phone : 8817283


Depok

Yayasan Permata Hati
Griya Depok Asri Blok B 8 No. 18 Depok II Tengah
Phone : 7707479

Yayasan Rahmah (Terapi Wicara)
Jl. Angin Mamiri 236 Depok II Tengah
Phone : 7706885


C. Pusat-Pusat di Luar Kota Jakarta

Yayasan La Sipala
(Ibu Yusran Sipala)
Jln. Cikuray No. 16 Bogor. Phone : 0251-325200

Yayasan Kasih Bunda
Jln. Manyar Kertoarjo IV/1- Surabaya
Phone : 031-5946664

Yayasan Kasih Bunda
Jln. Wisma Permai Barat MM-31 Surabaya
Phone : 031-5938048

Yayasan Kasih Bunda
Jln. R. Tumenggung Suryo 100 A Malang
Phone : 0341-498388

AGCA Centre-Surabaya
(Dr. Handojo, MPH)
Jln. Ngagel Jaya Tengah III/21
Surabaya-60286, Phone : 031-5501669

AGCA-Centre-Semarang
Jln. Jeruk IV/14 Semarang, Hp. 0811276987

AGCA-Centre Solo
Jln. Tirtosari 30 B Solo, Phone : 0271-717330

AGCA-Centre-Bandung
Jln. Leuwisari III/13 Phone : 022-5205529

POPAA (Ibu Anita)
Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Austik
Jln. Mahesa Raya No. 450 A Semarang
Phone ; 024-723656, 723641

Yayasan Psikodata – Taman Bina Mandiri
Jln. St. Syarif Kasim No. 116 Pekanbaru
Phone : 0761-36806

PKBI – Padang (dr. Rezki Khainidar)
Jln. Rasuna Said No. 87 Padang, Sumatera Barat
Phone : 0751-54501

YPPA – Padang
Jln. Jati Koto Panjang No. 11 Padang, Sumatera Barat
Phone : 0751-891508

Yayasan Pembina Anak Autis (YPPA)-Dra. Naili
Jln. Komplek Pertokoan Citarum Blok F No. 6
Semarang, Phone : 024-3550334

Lembaga Bimbingan Autisme “Bina Anggita”
Jln. Gedongkuning Gang Bima/Irawan No. 42 JG III
Banguntapan, Bantul Yogyakarta
Phone : 0274-371539 (M. Yasin A.md)
0274-545461 (Sukinah, S.Pd)

Yayasan Tali Kasih (Bpk. Said Hamid, SE)
Jln. Sei Alas No. 18 Medan, Sumatera Utara
Phone : 061-4523643

Dr. Sasanti Yuniar, Sp.Kj
Ketintang Permai BA 18 Wonokromo – Surabaya
Phone : 031-8280114

Yayasan Bina Anak Autisme “TORISON”
Jln. Sidan – Glondongan, Polokarto, Sukoharjo – Solo
Phone : 0271-610514

Yayasan Ananda Karsa Mandiri
Komplek Sekolah Angkasa II, Jln. Polonia – Medan
Hp. 0818853945 (Bpk. Ponijo)


D. Sekolah-Sekolah Khusus

TK Kit Gro (dr. Dwijo Saputro, Sp.Kj)
Perumahan Taman Meruya Ilir
Jln. Permata Meruya Blok D 1 / B9 Jakarta 11620
Phone : 5850262-5850273

Nirmala Nugraha – (Bpk. Saragih)
Jln. Perhubungan I No. 3 Rt. 002/06
Komplek Meteo dan Perhubungan Pondok Aren
Phone : 7353047

SLB Fajar Nugraha – (Bpk. Agus Hanafi)
Seturan 81 A Catur tunggal Depok
Sleman – Yogyakarta
Phone : 0274-516442, 517273

Sekolah Harapan Bunda – Surabaya
(Ibu Vivin C. Sungkono, S.Psi)
Pucang Jajar Tengah 81 Surabaya
Phone : 031-5024220

Mandiqa – Mandiri dan Bahagia
(Dra. Andriana S. Ginanjar dan Dra. Dyah Puspita
Jln. Erlanggga II No. 12 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Phone / Fax : 7220178

Taman Latihan dan Pendidikan Anak (TLPA)
Dengan Kebutuhan Khusus
“PELITA HATI” (Ibu Utami Djamaluddin)
Jln. Brawijaya No. 15 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Phone : 72798747

Sekolah Harapan Aisyiah
Jln. Bhayangkara No. 65 Mojokerto, Jawa Timur
Phone : 0321-391236

Terapi Autis

INFORMASI MENGENAI AUTIS
________________________________________
Mengenal Autisme dan Terapinya
>> Abstrak <<
________________________________________

Pelayanan Kesehatan Anak Autis Miskin Juga Berhak Mendapat Terapi
>> Abstrak <<
________________________________________

Peranan Sekolah Serta Stakeholder Dalam Penanganan Anak Autis
>> Abstrak <<
________________________________________
Penanganan Anak Autis
>> Abstrak <<
________________________________________
Konsep Layanan Pendidikan Bagi Anak Autis
>> Abtrak <<
________________________________________



Mengenal Autisme dan Terapinya
Oleh : Hj Idayu Astuti, M.Pd
Direktur Pusat Terapi Autisme dan Lambat Belajar “IDAYU”

Autisme berasal dari bahasa Yunani auto yang berarti “sendiri”, anak Autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri, mereka menghindari / tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri. Walaupun penderita Autisme sudah ada sejak dulu, istilah Autisme baru diperkenalkan oleh Lee Kenner pada tahun 1943.

Pengertian Autisme
Autisme adalah gangguan dalam perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain di sekitarnya secara wajar (Sutadi, 2002). Sedangkan menurut Sasanti (2004), Autisme adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus dan secara klinis sering ditemukan gejala yang bercampur baur atau tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan perkembangan yang lain maupun gangguan spesifik lainnya.

Gangguan Perkembangan pada Anak Autisme
Menurut Tjhin Wiguna (2004) anak Autisme mengalami gangguan yang menetap pada pola interaksi sosial, komunikasi yang menyimpang dan pola tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik) dan pada umumnya anak dengan gangguan Autisme ini mempunyai fungsi dibawah rata-rata. Adapun menurut Leo Kanner (1943), penyebab gangguan Autisme adalah adanya pengaruh psikogenik sebagai penybab terjadinya gangguan Autisme seperti orangtua yang emosional, kaku, dan obsesif dalam mengasuh anak mereka.

Anak Autis mengalami gangguan perkembangan yang biasanya disebut dengan istilah “Trias Autisme” yang meliputi:

a. Gangguan pada Kemampuan Interaksi Sosial, yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:

o Kontak mata kurang, anak Autisme bila diajak bicara tidak mau menatap muka lawan bicara.
o Tidak selalu menegok bila dipanggil lebih suka bermain sendiri, anak Autisme sulit berinteraksi dengan teman sebayanya dalam bermain.
o Ekspresi wajahnya kurang hidup
o Sering menolak bila dipeluk
o Tidak tertarik pada mainan
o Bermain dengan benda-benda yang bukan mainan anak-anak
o Kadang-kadang anak ini suka melakukan ekspresi: menangis, tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab.

b. Gangguan pada Kemampuan Berkomunikasi dan Berbahasa
Dalam perkembangan berbahasa anak Autisme biasanya menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:

o Kemampuan bicaranya terlihat terlambat dibanding anak seusianya
o Bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
o Bila anak bisa bicara sering tidak mengerti arti kata yang diucapkannya
o Sulit bila diajak berdialog
o Echolalia (meniru perkataan orang lain) atau membeo
o Bila anak ingin sesuatu dia akan menarik tangan orang lain yang ada didekatnya dan diarahkan pada apa yang diinginkan
o Kemampuan bahasa isyaratnya tidak berkembang
o Tata bahasanya kacau

c. Gangguan pada Kemampuan Perilaku dan Minat
Perilaku merupakan segala sesuatu yang diekspresikan melalui perkataan dan perbuatan dan semuannya itu dapat kita lihat, rasakan, dan kita dengar baik olah diri sendiri atau orang lain. Banyak perilaku Autisme yang berbeda dari perilaku normal, disatu sisi ada perilaku yang berlebihan, disisi lain ada perilaku yang kurang, bahkan pada tahap yang hampir tidak ada.

Terapi Autisme
Terapi Autisme menurut Tjhin Wiguna (2002) adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan Autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau peling sedikit mendekati anan seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA (Applied Behaviour Analysis); (2) terapi biomedik (medikamentosa); (3) terapi tambahan lain yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet, dll. Adapun tujuan dari terapi Autisme adalah mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya.

a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan atas proses belajar dan mempunyai tujuan mengubah perilaku yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang diinginkan. Pada umumnya terapi perilaku ini ditujukan untuk dua hal yaitu : (1) mengurangi atau menghilangkan perilaku yang berlabihan (mengamuk, agresif, melukai diri sendiri, teriak-teriak, hiperaktif tanpa tujuan dan perilaku lain yang tidak bermanfaat); (2) akan memunculkan perilaku yang masih berkekurangan yaitu: belum bisa bicara, belum merespon bila diajak bicara, kontak mata yang kurang, tidak punya inisiatif, tidak bisa berinteraksi wajar dengan lingkungannya/kurang mampu bersosialisasi. (Sasanti, 2004;2)

Dibeberapa tempat terapi di Indonesia, umumnya dilakukan terapi perilaku yang menggabungkan berbagai metode menjadi suatu ramuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus anak. Yang umum dipakai sebagai dasarnya adalah ABA yang dikembangkan oleh Dr. Ivar Lovaas dan dilaksanakan dengan cara DDT (Discrete Trial Training). Kurikulum dibuat secara sistematis oleh Catherine Maurice yang ditulis dalam buku Bahavioural Intervention for Young Children with Autism. A Manual for Parents and Professionals. Pro-Ed, Austin-Texas, 1996.

Ada beberapa tahapan dalam kurikulum tersebut diatas yaitu, tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir. Tiap-tiap tahap terdiri dari enam kelompok kemampuan, yaitu: mengikuti tugas/pekerjaan, imitasi/meniru, bahasa reseptif, bahasa eksprisif, pre-akademik, dan bantu diri. Untuk tahap mahir dimasukkan kurikulum bahasa abstrak, akademik, serta kemampuan sosialisasi kesiapan masuk sekolah.

b. Terapi Biomedik
Berdasarkan temuan dari berbagai penelitian dalam bidang biologis, serta bukti-bukti yang didapat dari pemeriksaan laboratorium, maka terjadi perubahan paradigma dalam penanganan gangguan sprktrum Autisme. Paham yang sudah banyak diakui saat ini adalah bahwa GSA adalah sindrom yang komplek yang didasari atas adanya gangguan fisiologis serta biokimia yang mempengaruhi hasil akhir dalam gangguan kognitif, perilaku dan emosionalnya, maka gangguan biologisnya yang harus dibenahi. Ini merupakan filosofi dari terapi biomedik (Sasanti, 2004:3).

Terapi biomedik meliputi: (1) Pemberian obat-obatan (sesuai dengan gejala-gejala klinis/hasil laboratorium yang ditemukan). Juga bisa diberikan: psikotropika, antibiotik, anti jamur, anti virus, anti parasit; (2) Pengaturan diet tanpa pengawet, tanpa pewarna buatan, pengaturan makanan dengan cara eliminasi sementara dan rotasi, dll;(3) Pemberian Enzim pencernaan; (4) Pemberian Vitamin dan Mineral; (5) Asupan lain, misalnya asam lemak esensial, asam amino, antioksidan, probiotik, dll; (6) Perbaikan fungsi imunologi, sesuai dengan gangguannya; (7) Chelation (Pengeluaran logam berat).

c. Terapi Tambahan Lain
Termasuk disini adalah terapi sensori integrasi, terapi musik, terapi wicara, terapi okupasi, terapi seni, terapi relaksasi, akupuntur, dll. Pemilihan jenis terapi tambahan yang diperlukan untuk masing-masing anak tentu harus dipertimbangkan dengan seksama melihat dari gejala klinis yang menonjol serta target yang ingin dicapai.





Peran Sekolah Serta Stakeholder dalam Penanganan Anak Autis
Kelompok C
Orientasi Identifikasi Anak Autis Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Pendahuluan
Peningkatan mutu pendidikan dinegara kita saat ini sedang mendapat perhatian dari pemerintah meskipun belum dapat dikatakan setara dengan negara-negara tetangga seperti singapura, malaysia, dan sebagainya.Berbagai program baik material maupun non material saat ini sedang digulirkan oleh pemerintah.
Program-program berbentuk non material diantaranya adalah dengan disahkannya UU RI no.20 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen dan lain sebagainya.Sedangkan program berbentuk material diantaranya Block grant,BOS, Beasiswa,KBBS,BKM.
Program-program tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan diberbagai jenis,Jenjang,serta satuan pendidikan termasuk,didalamnya Pendidikan Luar Biasa.
Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikal NasionalNo.10 tahun 2003 ayat 1, menyebutkan bahwa Pendidikan Khusus Merupakan Pendidikan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Tingkat Kesulitan Dalam Mengikuti Proses Pembelajaran Karena Kelainan Fisik,emosi,sosial,dan atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan yang bermutu dalam hal ini salah satunya terletak dalam layanan yang bermutu adalah layanan yang dapat memuaskan konsumen.Sehingga peserta didik khusus termasuk autis mampu memberikan konstribusi dalam pengembangan kemandirian setiap individu sehingga mereka mampu hidup berkembang sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan tidak lagi menjadi beban orang lain
Tujuan
1.Menciptakan pendidikan layanan khusus yang bermutu untuk anak autis.
2.Meningkatkan peran sumberdaya unsur-unsur yang terlibat dan peduli terhadap anak autis
3.Memberikan pendidikan dan layanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan bagi anak autis
4.Meningkatkan peran serta sekolah dan stakeholder terhadap pengenalan, identifikasi dan intervensi anak autis sejak dini/sedini mungkin. Sasaran
1.Tenaga didik(Guru SLB,Guru umum,Terapis:OT,FT,TW)
2.Orang tua
3.LSM
4.Pemerintah Permasalahan
1.Kurangnya sosialisasi tentang autis terhadap masyarakat secara umum
2.Stigma yang negatif tentang anak autis
3.Kurangnya kemampuan tenaga ahli dalam identifikasi dan penanganan anak autis
4.Keterbatasan dana yang memadai dalam menangani autis
5.Kurangnya sarana dan prasarana yang memadaian
6.Belum adanya kurikulum yang baku untuk tenaga guru autis
Pemecahan Masalah
1.Sosialisasi tentang Autis
2.Melakukan Pelatihan,workshop,simposium
3.Sasaran pendidik(sekolah,TK,Pra sekolah/Play group)
4.Pendanaan
5.Pengadaan Sarana dan Prasarana secara swadaya dan non swadaya
6.Pengadaan Kurikulum Nasional
Peran Stakeholder
1.Orangtua
2.Perguruan tinggi
3.LSM
4.Pemerintah
Kesimpulan
1.Peningkatan mutu layanan pendidikan bagi anak autis harus segera dilaksanakan dalam rangka mewujudkan hak memperoleh pendidikan dan meningkatkan mutu hidup bagi setiap individu
2.Guru sebagai ujung tombak
3.Orangtua
4.Kurikulum bagi anak autis

N0. KEGIATAN TAIIUN
I II III IV V
1. Sosialisasi XXX XXX XXX XXX XXX
2 Identifikasi, prop intervensi dan metode pembelajaran XXX XXX XXX XXX XXX
3. Pengadaan tenaga profesional
- Peningkatan SDM XXX XXX XXX XXX XXX
- Rekrutmen XXX XXX XXX XXX
- Kerja sama. dengan berbagai
pihak
- Komunitas Guru-guru Autis XXX XXX XXX XXX XXX
4. Pembiayaan/Sumber dana XXX XXX XXX XXX XXX
5 Pengadaan sarana dan prasarana XXX XXX XXX XXX XXX
6. Pengadaan Kurikulum XXX XXX XXX XXX XXX




Ada apa dengan Autisma? Seorang anak yang selalu berada dalam tabung kaca, menyendiri.........,terlalu asyik dengan dunianya sendiri
Pendahuluan
Dasar Hukum Penanganan Anak Autis
UU.Sisdiknas No.20 Tahun2003
Tentang hak dan kewajiban warga negara indonesia pasal 5 disebutkan bahwa:
1.Tiap warga negara mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
2.Warga negara yang mempunyai kelainan fisik,emosional,mental,intelektual dan sosial berhak untuk memperoleh pendidikan khusus
Latar Belakang
Mengapa perlu penanganan?
Jumlah anak Autisma semakin meningkat
tahun 80-an rasio 1:5000 dan tahun 2001 perbandingan 1 dari 138 anak didunia menderita Autisma(berdasarkan DAN Conference 2000)
Penanganan anak autisma belum sesuai sasaran,adanya kecenderungan untuk memasukkan anak-anak autis ke SLB.Padahal anak autis mempunyai permasalahan yang berbeda dan unik yang seharusnya mendapatkan penanganan yang spesifik
Tujuan
Mengoptimalkan kemampuan anak autis agar dapat hidup bahagia dan mandiri serta dapat menikmati kehidupan yang lebih bermakna dan mendapatkan masa depan yang lebih cerah
Sasaran
Untuk anak autis
untuk mngoptimalkan kemampuan anak-anak autis dibidang komunikasi verbal maupun non verbal
interaksi sosial
perasaan/emosi
gangguan pikiran
persepsi sensoris
Team work
Orangtua
Tenaga ahli
Lembaga terkain(Pendidikan,Kesehatan,Sosial,&LSM)
Permasalahan
Meliputi
Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
Ganguan dalam bidang perilaku
Gangguan dalam persepsi sensoris
Pemecahan Masalah
Pendekatan Biomedik
Pendekatan non medik
Pendidikan Formal
Mencari bakat dan minat untuk persiapan bengkel kerja
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan
Terdapat masalah yang kompleks pada kasus autis, sehingga membutuhkan penanganan yang spesifik, meliputi medis dan non medis
Perlunya terapi inti
perlunya Team work
perlunya penyediaan sekolah formal
perlunya penyediaan sekolah formal sekaligus asrama untuk anak-anak khusus
Saran
Untuk sekolah inklusi supaya mempermudah penerimaan anak autis dan memperbaiki sarana dan prasarana serta kualitas SDM
Untuk Kalangan umum/masyarakat, diharapkan lebih siap menerima keberadaan anak-anak autisma
umtuk Pemerintah supaya lebih serius dalam mengeluarkan kebijakan tentang Autisma
Action Plan 5 Tahun kedepan
Perlunya team-work atau tim diagnosa
menyediakan pusat terapi disetiap kabupaten
menyediakan sekolah inklusi disetiap kecamatan
Perlunya payung tersendiri untuk sekolah khusus Autis yang disertai retardasi mental tanpa menginduk di Slb C
Perlunya kurikulum resmi
munculnya LSM yang konsen terhadap penyandang autis
pusat konseling untuk orangtua anak autis disetiap propinsi atau kabupaten


KONSEP LAYANAN PENDIDIKAN
BAGI ANAK AUTISTIK DAN
PROFIL MODEL SEKOLAH PELITA HATI
Drg. Sri Utami Soedarsono Djamaluddin, MSi.
Jakarta, 13 April 2006
PENDAHULUAN
Peningkatan masalah autisme yang sangay pesat terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Bila tahun 1990-an jumlah anak autistic atau anak autistik adalah 15-20 per 10.000 anak (Baron-Cohen, 1993), maka tahun 2000-an diperkitakan ada 1 per 150 anak di Amerika Serikat (Sutadi, 2003). Melihat peningkatan prevalensi yang terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan bahwa saat ini anak autistic sudah ada di setiap penjuru daerah di Indonesia. Cara yang paling efektif dalam membantu anak autistic adalah dengan menyediakan bentuk layanan yang layak, sehingga anak autistic akan menjadi manusia yang produktif dan bagaian dari masyarakat yang bertanggung jawab. Sejalan dengan ini diperlukan suatu model layanan pendidikan yang memadai dan disesuaikan dengan karakteristik individu. (Holmes, 1998). Sekolah Pelita Hati merupakan salah satu model sekolah yang memberikan layann pendidikan untuk anak autistic secara menyeluruh dan lengkap. Dalam hal ini Sekolah Pelita Hati melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Sekolah Kartini, RS Buki Kemuliaan dan TLPA Pelita Hati Jakarta, sehingga mampu memberikan layanan secara holistic bagi pendidikan untuk anak autistik.
DEFINISI DAN KARAKTERISTIK AUTISME
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseotang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masik dalam duania repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola bermain; Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun). Gejala dapat beraneka ragam sehingga tampak bahwa tidak ada anak autistic yang benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya, sedangkan perbandingan laki-laki : perempuan adalah sekitar 4 :1 dan terdapat pada semua lapisan masyarakat etnik/ras, religi, tingkat sosio-ekonomi serta geografi (Holmes, 1998).
PENANGANAN MASALAH AUTISME
Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistic merupakan bagian dari upaya penanganan masalah autisme, seperti tampak dalam skema dibawah ini:

BENTUK LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTISTIK
Layanan yang paling efekrif bagi anak autistic dapat berupa pendidikan, penempatan (residensial) dan program pengangkatan tenaga kerja (employment program) (Holmes, 1998). Bentuk pelayanan pendidikan untuk anak autistic haru desesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak. Program pengajaran terstruktur dinyatakan sebagai cara untuk memperoleh kemajuan yang besar. Hal ini terjadi karena guru secara aktif mengambil inisiatif untuk berinteraksi dan memberi petunjuk, juga guru menjalankan tugasnya dari bagian terkecil sehingga anak mudah mengikuti tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini juga membuat anak autistic dapat memperkirakan apa yang akan didapatkannya. Perubahan mendadak kadang membuat anak-anak panic dan tantrum. Namun tetap perlu mengajarkan juga hal-hal yang spontan dan fleksibel terutama dalam ketrampilan sosialnya. (Baron-Cohen, 1993).
Bentuk layanan pendidikan anak autistic pada dasarnya terbagi menjadi:
A. Layanan Pendidikan Awal, yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program Terapi Penunjang.
B. Layanan Pendidikan Lanjutan, yang terdiri Kelas Transisi atau Kelas Persiapan dan program lanjutan lainnya seperti Program Inklusi, Program Terpadu, Sekolah Khusus Autistik, Program Sekolah Di Rumah dan Griya Rehabilitasi Autistik.
PROGRAM TERAPI INTERVENSI DINI
Pada decade terakhir ini, terjadi banyak kemajuan dalam mengenali karakteristik dan perilaku anak autistic, dimana hasil positif tampak pada anak-anak usia muda yang mendapatkan intervensi dini. Dengan intervensi dini, potensi dasar (functional) anak autistic dapat meningkat melalui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa anak autistic memperlihatkan hasil yang lebih baik bila program intervensi dini dilakukan pada anak usia dibawah 5 tahun dibandingkan diatas 5 tahun. Ada beberapa pendapat mengenai efektitas pada intervensi dini untuk anak autistic dan masalah perilakku yang disampaikan oleh Dunlap dan Fox di tahun 1996 (Dunlap dan Fox dalam Erba 2000):
1. Perkembangan awal berhubungan langsung dengan meningkatnya kemampuan berkomunikasi dan pngalaman komusikasi social awak seorang anak menjadi dasar dari perkembangan bahasa dan interaksi social di kemudian hari. Karma adanya kerusakan dalam kemampuan dalam bekomunikasi dan berhubungan social pada anak autistic, maka intervensi harus dilakukan dengan baik, sejalan dengan perkembangan yang pesat di saat balita. Perkembangan dalam berkomunikasi tampak menurunkan masalah perilakku dan menigkatkan kemampuan berinteraksi dengan teman sabaya.
2. Karena tingkah laku anak balita lebih mudah dipahami, maka program intervensi lebih mudah dibuat dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu anak bersangkutan.
3. Keberhasilan tampak lebih baik bila adanya kolaborasi antara keluarga dengan anak-anak yang memerlukan layanan khusus (anak MLK) dibandingkan pada keluarga dengan anak MLK temaja dan dewasa. Karena system keluarga mempunyai pengaruh pada perkembangan abak-anak, maka keikutsertaan keluarga dalam seluruh aspek program intervensi seharusnya dilakukan sedini mungkin.
4. Autisme biasanya diasosiasikan dengan berbagai perilaku dimana anak, keluarga dan teman sebayanya mendai terganggu. Oleh sebab itu, lebih mudah melakukan intervensi pada saat anak masih kecil, sehingga perilaku agrasif dan mnyakutkan diri sendiri seperti memukulkan kepala (head banging) dan menggigit dapat segera diatasi. Pelayanan program intervensi dini wajib disediakan untuk seluruh anak-anak MLK termasuk anak autistic.
Untuk program terapi intervensi dini Eropa dalan American Journal of Orthopsychiatry (Jan, 2000) membahas empat program intervensi dini bagi anak autistic yaitu:
1. DiscreteTrial Training (DTT), dari Lovaas dkk, 1987.
2. Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP), dari Strain dan Cordisco, 1994.
3. Floor Time, dari Greenspan dan Wider, 1998.
4. Treatment and Education of Autistic dan related Communication handicapped Childern (TEACCH), dari Mesibov, 1996.
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan kekurangan pada anak (child’s deficits), tatapi program intervensinya mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. Walaupun profil anak menentukan program awal, tetapi semua anak harus menguasai bahan yang sama untuk semua perintah. Pada program Lovaas, orang tua diminta menyediakan 10 jan dari 40 jam terapi setiap minggunya dan orangtua dilatih dalam melakuakan prosedur terapi. Pada Floor Time orang tua juga dilatih selaku terapis, dan program didasari kekurangan anak itu sendiri. Baik DTT dan Floor Time dilakukan terutama dirumah. Sebaliknya intervensi dini pada TEACCH dan program LEAP dilakukan di lingkungan sekolah dengan dukungan konsultatif dan bantuan untuk program dirumah. Para orangrua ikut serta secara aktif dalam program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan intervensi one-on-one untuk anak-anaknya. TEACCH didasari kelebihan anak (strength), sedangkan LEAP didasari kelemahaannya (deficits). Semua program menekankan pentingnya program intensif, namun besar waktu intervensi berkisar antara 15 sampai 40 jam per minggu.
Table : Program terapi intervensi dini untuk anak autistic
Program Tehnik ABA Keterlibatan
Keluarga Program individu Intensitas Lokasi
DTT YA YA YA 40 jam perminggu Dirumah, dapat digeneralisasi di TK/playgroup
LEAP YA YA YA 3 jam/hari, 5hari/minggu sepanjang tahun, inklusi, TK/playgroup Sekolah, training Orangtua utk konsisten dipakai di rumah
Floor Time TIDAK YA YA 8 sesi 20-30 menit per hari Dirumah
TEACCH YA YA YA 5 jam/hari, 5 hari/perminggu, sepanjang tahun, TK/playgroup Sekolah, konsultasi disediakan untuk konsisten dipakai di rumah
Sumber: Early Intervention Program for Childern with Autism: Conceptual Frameworks for Implementation, oleh Heather Whiteford Erba, dalam American Journal of Orthopsyciatry, 70 (1), Januari 2000
Program-program intervensi dini memperlihatkan efektifitas dan keberhasilannya masing-masing. Namun, keberhasilan dan efektifitas dari suatu program pada seorang anak dapat berbeda dan tidak efektif bahkan kontraindikasi bila dilakukan pada anak lain. Kerangka teori pada setiap program akan berpengaruh dalam strategi dan metode evaluasi. Maka, keluarga, dokter. Dan penyedia pelayanan perlu mengetahui filosofi pada masing-masing program untuk membuat keputusan yang tepat dalam strategi intervensi.
PROGRAM TERAPI PENUNJANG
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistic dapat diberikan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:
1. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulu sehingga membantu anak berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi: untuk melatuh motorik halus anak.
3. Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug terapi): dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.
6. Sensory Integration Terapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.
7. Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna.
8. Biomedical Treatment/Therapy: penanganan biomedis yang lebih sempurna mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari factor-faktor yang merusak, misalnya keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen.
KELAS TRANSISI
Kelas ini ditujukan untuk anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak autistic yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas trasnsisi bertujuan membantu anak autistic dalam mepersiapkan transisi ke benruk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak (child’s deficits and strengths), yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu. Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemauan anak yang dicapai dalam program sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan lanjutan yang paling sesuai. Kelas Transisi merupakan titika acuan dalam pemelihan bentuk pendidikan selanjutnya. Kelas Transisi dapat pula merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan kurikulum SD yang berlaku yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini idealnya penyelenggaraan kelas transisi sedapat mungkin dibawah naungan SD regular. Siswa kelas transisi pada saat tertentu dapat digabungkan dengan siswa SD regular, sehingga siswa-siswa ini dapat bersosialisasi dengan anak yang lain. Jadi tujuan kelas transisi adalah membantu anak MLK dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler, dan kebentuk layanan pendidikan lanjuarn lainnya.
Prasyarat umum:
1. Anak autistic sudah pernah menjalani pernah menjalani terapi intervensi dini.
2. Karakteristik anak: tidak mendistraksi teman lain dan tidak terdistraksi oleh adanya teman lain (bisa belajar secara kasikal).
3. Diperlukan guru terlatih dan terapis, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)
4. Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu (psikolog, pedagogi, speech pathologist, terapis, guru dan orang rua/relawan)
Prasyarat untuk program transisi ke sekolah umum:
1. Usia anak antara 4 sampai 8 tahun.
2. Karakteristik anak: verbal, sudah dapat menerima instruksi dan sudah ada kontak mata, dengan batasan kemampuan adalah program kurukulum awal dari manual yang dibuat oleh Catherine Maurice, 1996.
3. Masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasik maslaha konsentrasi, kepauhan dan dalam berinteraksi dengan teman sebaya.
4. Diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai pendamping.
5. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah regular untuk memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas regular pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi, tetapi di kelas transisi anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani dengan guru khusus sendirian, dan di kelas anak harus berbagi dengan teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan di sekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi guru dengan cepat.
PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI
Program pendidikan Inklusi dilaksanakan pada sekolah regular yang menerima anak MLK termasuk anak atustuk. Karakteristik anak untuk program ini adalah anak sudah “sembuh” yang artinya sudah mampu mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Program ini dapat berhasil bila ada:
1. Keterbukaan dari sekolah umum
2. Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
3. Peningkatan SDM/guru terkait
4. Proses shadowing/guru pendamping dapat dilaksanakan
5. Dukungan dari semua pihak dilingkungan sekolah
6. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum.
7. Sebelum masuk sekolah anak diperkenalkan pada lingkungan sekolah dengan mengikuti kegiatan kegiatan tertentu bersama-sama dengan anak-anak regular, seperti olah raga, musik, tari, upacara, dsb.
8. Idealnya dalam satu kelas sebaiknya hanya ada satu anak autistic.
9. Batasan kemampuan adalah program kurikulum menengah dan lanjut dari manual yang dibuat oleh Catherine Maurice, 1996.
Sebaiknya anak autistic didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus (GPK) dan atau guru pendamping/shadow. Guru pembimbing khusus (GPK) adalah ortopedagog (tenaga ahli PLB) yang bertugas sebagai:
1. Konsultan dalam menangani anak MLK
2. Ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran
3. Memonitor pelaksanaan program pembelajaran
4. Mengevaluasi pelaksana program pembelajaran
Sedangkan guru pendamping/shadow adalah seorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak autistic pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancer tanpa gangguan. Prasyarat menjadi guru pendamping/shadow adalah:
1. Bukan asisten anak/helper
2. Mempunyai latar belakang sebagai pendidik
3. Bersifat terbuka dan mau bekerjasama
4. Dedikasi tinggi dan tidak mudah menyerah
5. Mengajarkan sopan-santun, respek, tenggang rasa, empati
6. Menjadi figure bagi seluruh siswa
Banyak persepsi yang salah mengenai guru pendamping ini. Guru pendamping bukanlah asisten anak sekolah yang bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku. Tugas seorang guru pendamping/shadow adalah:
1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak
2. Mengendalikan perilaku anak dikelas
3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
4. Membantu anak belakar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya
PROGRAM PENDIDIKAN TERPADU
Pada kenyataannya dari Kelas Transisi terevaluasi bahwa tidak semua anak autistic dapat transisi ke sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistic berbeda-beda, dimana ada yang dapat belajar bersama anak di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya mampu bersama-sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Bahkan ada yang sama sekali tidak dapat belajar dalam satu kelas. Karakteristik anak autistic seperti ini memerlukan penanganan secara intensif akan pelajaran yang tertinggal dari teman-teman sekelasnya. Dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan terpadu memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan oleh anak autistic jika anak tersebut memerlukan bantuan dari guru pembimbing khusus (GPK) atau guru pendamping (shadow), untuk pelajaran tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada dikelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah seperti saat upacara, kegiatan olah raga dan kesenian, karya wisata dsb. Program ini akan berhasil bila:
1. Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)
2. Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan dikelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.
3. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum.
SEKOLAH KHUSUS AUTISTIK
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah regular (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya ditraksi disekeliling mereka. Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat dan minat, yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak autistic. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, computer, matematika, keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembang secara maksimal. Contohnya kelas keterampilan, kelas pengembangan olahraga, kelas musik, kelas seni lukis, kelas computer, dll.
Contoh program pendidikan di Sekolah Khusus Autistik, terdiri dari program dasar (kemampuan kognitif, bahasa, sensomotorik, kemandirian, sosialisasi, seni dan bekerja), program keterampilan (melukis, memasak, menjahit, sablon, kerajinan, kayu, dsb) dan program-program lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
PROGRAM SEKOLAH DI RUMAH (HOMESCHOOLING PROGRAM)
Adapula anak-anak autistic yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Sekolah Khusus karena keterbatasannya, yang mempunyai karakteristik autisme berat, seperti anak non verbal, retardasi, mental, masalah motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Penanganannya melalui suatu tim yang terdiri dari orang tua, tim medis, psikolog, ortopedagog, guru, para terapis dan pekerja social untuk merancang program pelayanan anak tersebut dirumah, sehingga hasil yang dicapai dapat optimal. Tujuan Program Sekolah Dirumah (PSD) adalah:
1. Untuk mengembangkan pengenalan diri
2. Untuk mengembangkan sensor motorik
3. Untuk mengembangkan berbahasa reseptif dan ekspresif, serta kemampuan sosialnya.
4. Untuk mengembangkan motorik kasar dan motorik halus
5. Untuk mengembangkan kemampuan mengurus diri sendiri
6. Untuk mengembangkan emosi dan mental spiritual
7. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang menyimpang
Keuntungan anak mengikuti PSD adalah :
1. Orang tua dapat memeberikan bimbingan sesuai kemampuan dan perkembangan anak
2. Orang tua setiap saat mampu memonitor kegiatan anaknya
3. Anak tidak harus berpergian yang dapat menimbulkan stress sehingga anak akan mengalami gangguan perilaku/tantrum.
Kelemahannya adalah :
1. Kemampuan bersosialisasi anak kurang berkembang
2. Anak pengalaman orientasi lingkungan
Tampat untuk melakukan PSD perlu disediakan ruangan yang khusus digunakan untuk melaksanakan program, sehingga anak terlatih siap belajar pada saat masuk ruangan tersebut. Melalui kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan cara terbaik untuk menggeneralisasi program dan membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukung dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis dirumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah regular/SLB untuk bidang yang ia kuasai. Di lain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistic. Contoh anak autistic yang menjalani Program Sekolah Dirumah sudah mulai terdapat di Jakarta. Umumnya orangtua bekerjasama dengan institusi (sekolah, pusat terapi, konsultan pendidikan, psikolog, dsb) dalam menyusun program yang secara cermat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak, terutama kemandirian dan program bina mandiri (ADL).
PANTI (GRIYA) REHABILITASI AUTISTIK
Anak autistic dengan karakteristik mempunyai kemampuannya sangat rendah/terbatas, tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah khusus dan banyak memerlukan perawatan, sebaiknya mereka dilayani di Panti (Griya) Rehabilitas Autistik. Tujuan anak dimasukkan ke Panti (Griya) Rehabilitas Autistik adalah:
1. Untuk mengembangkan pengenalan diri
2. Untuk mengembangkan sensori motor dan persepsi
3. Untuk mengembangkan motorik kasar dan halus
4. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan komunikasi
5. Untuk mengembangkan bina diri, kemampuan social, mental dan spiritual
6. Untuk mengembangkan ketrampilan kerja terbatas sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan potensinya.
Keuntungan anak dimasukkan ke Panti (Griya) Rehabilitasi Autistik adalah:
1. Anak mendapat layanan sesuai kebutuhannya
2. Potensi yang dimiliki dapat dikembangkan secara optimal
3. Anak mendapatkan keterampilan kerja terbatas yang dapat digunakan sebagai bekal untuk bekerja ditempat kerja terlidung (Shelter Workshop)
4. Mendapatkan keterampilan akademik yang terbatas dan fungsional
Untuk mengisi waktu luang selama berada di Panti (Griya) Rehabilitasi Autistik dapat dipakai untuk mengembangkan keterampilan kerja produktif, seperti bercocok tanam, membuat telur asin, pertamanan tanaman hias, dll.
Contoh Griya Rehabilitasi Autistik yang ada di Jakarta (bersama-sama dengan anak-anak atau remaja dengan kecacatan lain) mempunyai fasilitas dalam pengembangan budidaya ikan lele, tanaman hias, dan penjualan makanan kecil/gorengan.